TEMPO.CO, Jakarta - Kasus yang menjerat Sudrajad Dimyati sebagai tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Jakarta dan Semarang sejak Rabu, 21 September 2022. Pada OTT itu, terdapat delapan orang yang diamankan. Kemudian, KPK melakukan gelar perkara. Alhasil, KPK menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka, termasuk Sudrajad Dimyati selaku Hakim Agung.
Sudrajad Dimyati merupakan tersangka kedelapan yang ditahan. Terkait proses hukum tersebut, Sudrajad pun diberhentikan sementara oleh MA dari jabatannya sebagai hakim agung.
Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung, Zahrul Rabain menegaskan bahwa pemberhentian sementara terhadap seorang aparatur dilakukan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku di MA. Pemberhentian dilakukan dengan tujuan agar tersangka dapat menjalani proses hukum yang menjeratnya.
"Jika aparatur pengadilan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka Mahkamah Agung akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap aparatur tersebut. Hal ini berguna untuk menghadiri pemeriksaan dengan sebaik-baiknya," kata Zahrul dalam konferensi pers pada Jumat sore, 23 september 2022.
Lantas, bagaimana prosesi pengangkatan hakim agung yang berkualifikasi baik?
Mengutip dari jurnal Rechtsvinding Media Pembinaan Hukum Nasional, terdapat beberapa kualifikasi bagi calon hakim agung, yaitu adil, jujur, arif dan bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, disiplin tinggi, rendah hati, dan profesional.
Selain kualifikasi tersebut, terdapat pula proses rekrutmen yang merupakan tahapan paling urgensi dan harus mendapatkan perhatian semua pihak. Sebelum melakukan proses seleksi, calon hakim agung harus lulus ujian prajabatan dan menyelesaikan magang. Selama magang, calon hakim agung diawasi oleh Komisi Yudisial (KY) dalam rangka pembinaan. Hakim agung diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pengangkatan hakim agung secara lebih spesifik diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor: 01/PB/MA/IX/2012 01/PB/P.KY/09/2012. Pada peraturan tersebut, tepatnya dalam Bab II terdapat penjelasan rinci tata cara seleksi calon hakim agung.
Pada peraturan tersebut, dijelaskan bahwa calon hakim agung wajib mengikuti pendidikan dan ujian tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan oleh MA dan KY, seperti dilansir dalam jdih.komisiyudisial.go.id. Penilaian terhadap hasil ujian tersebut menjadi bagian nilai untuk menentukan kelulusan peserta pendidikan sesuai dengan proporsi pembobotan nilai yang ditentukan. Calon hakim yang tidak lulus ujian materi kode etik dan pedoman perilaku hakim diberikan kesempatan mengikuti ujian ulang sebanyak-banyaknya dua kali.
Adapun penilai yang dilakukan dalam pendidikan calon hakim agung tersebut, yakni;
- Nilai ujian tertulis atau lisan,
- Nilai ujian kode etik dan pedoman perilaku hakim,
- Nilai hasil evaluasi magang dari tutor dan mentor,
- Nilai kedisiplinan, dan
- Nilai kepribadian.
Nantinya, hasil penelitian calon hakim akan didiskusikan dalam rapat penentuan kelulusan oleh Panitia Pendidikan Calon Hakim Terpadu dengan dihadiri unsur KY paling lama 14 hari setelah terkumpulnya komponen nilai dan telah diterima DPR. Jumlah paling banyak yang diterima untuk menduduki bangku hakim agung adalah 60 orang.
Sebelum memangku jabatannya, hakim agung wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya. Namun, hakim agung dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul MA dengan alasan, sebagai berikut:
- Dijatuhi pidana penjara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
- Melakukan perbuatan tercela,
- Terus-menerus melalaikan kewajiban dalam bertugas,
- Melanggar sumpah atau janji jabatan.
RACHEL FARAHDIBA R
Baca: MA Berhentikan Sementara Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.