TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi meneken Keputusan Presiden atau Kepres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu. Jokowi pun menetapkan beberapa nama masuk di tim yang kemudian disebut sebagai Tim PPHAM ini, dari Makarim Wibisono hingga Kiki Syahnakri.
"Tim PPHAM berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden," demikian bunyi Pasal 2 dalam beleid yang diteken Jokowi pada 26 Agustus 2022 ini.
Baca Juga:
Kepala negara menetapkan masa kerja Tim PPHAM ini sampai 31 Desember 2022. Akan tetapi, masa kerja ini dapat diperpanjang dengan Keputusan Presiden. Makarim yang merupakan mantan Duta Besar Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagai Ketua Tim Pelaksana.
Makarim Wibisono dibantu oleh Ifdhal Kasim sebagai Wakil Ketua Tim Pelaksana dan Suparman Marzuki sebagai Sekretaris. Lalu ada sembilan anggota, di antaranya ada nama mantan Wakil Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Letnan Jenderal (Purnawirawan) Kiki Syahnakri.
Ia pernah menjadi Ketua pelaksana Simposium Anti-Partai Komunis Indonesia pada 2016 lalu. Kala itu, Syahnakri pernah berpendapat bahwa rekonsiliasi korban kekerasan masa lalu sudah berjalan alamiah. Untuk itu, pemerintah tidak perlu lagi mencari model rekonsiliasi atas peristiwa tragedi 1965.
"Tidak usah mencari rekonsiliasi yang model baru. Kan sudah terjadi rekonsiliasi secara alamiah," kata Kiki dalam simposium bertema “Melindungi Pancasila dari Kebangkitan PKI dan Ideologi Lainnya” di Balai Kartini Jakarta, Rabu, 1 Juni 2016.
Adapun rincian sembilan anggota tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Apolo Safanpo
2. Mustafa Abubakar
3. Harkristuti Harkrisnowi
4. As'ad Said Ali
5. Kiki Syahnakri
6. Zainal Arifin Mochtar
7. Akhmad Muzakki
8. Komarudin Hidayat
9. Rahayu
Tim pelaksana ini punya empat tugas. Pertama, melakukan pengungkapan dan analisis pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sampai dengan tahun 2020.
Kedua, mengusulkan rekomendasi langkah pemulihan bagi para korban atau keluarga. Ketiga mengusulkan rekomendasi untuk mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Keempat, menyusun laporan akhir.
Selain Tim Pelaksana, Jokowi juga membentuk Tim Pengarah yang diketuai oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md, serta Wakil Ketua Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Sementara empat anggota tim pengarah adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Kepala Staf Presiden Moeldoko.
Tim pengarah ini bertugas memberikan arahan kebijakan kepada Tim Pelaksana dan melakukan pemantauan terhadap perkembangan pelaksanaan tugas Tim Pelaksana. Lau terakhir, menetapkan rekomendasi.
Alasan Jokowi Bentuk Tim
Awalnya, Jokowi mengumumkan bahwa dirinya telah meneken Kepres tersebut saat menyampaikan pidato di Sidang MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Agustus 2022. Ia menyebut tim ini bakal mengusut kejahatan HAM masa lalu yang belum terselesaikan sampai saat ini.
"Tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan. Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah saya tanda tangani," ujar Jokowi.
Jokowi menjelaskan pemerintah sedang memberikan perhatian serius terhadap penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Selain Keppres tersebut, Jokowi menyebut. RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi juga sedang dalam proses pembahasan.
Sampai saat ini, Komnas HAM tengah menangani 12 kasus pelanggaran HAM berat. Kasus-kasus tersebut di antaranya seperti Pembunuhan Massal 1965, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998, dan Kerusuhan Mei 1998.
Lalu Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001, Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, Pembunuhan Munir, hingga Peristiwa Paniai.
Selanjutnya: Aspek Pemulihan Korban..