TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan bahwa sosok Azyumardi Azra adalah ilmuwan tulen yang tak tergoda politik praktis. Almarhum menurut Lukman sebenarnya bisa menjabat di organisasi politik atau ormas keagamaan. Namun, Azyumardi justru memilih menjadi akademisi.
"Ia memang teruji tak tergoda ke dalam aktivitas politik praktis. Namun justru di situlah konsistensinya sebagai ilmuwan tulen. Ia akademisi sejati, pengembara yang soliter," kata Lukman dikutip dari website pribadinya Minggu 18 September 2022. Tempo sudah meminta izin untuk memuat tulisan tersebut.
Lukman mengungkapkan Azyumardi merupakan salah satu dari sedikit cendekia yang diakui dunia yang paling otoritatif berbicara tentang Islam di Asia Tenggara. Azyumardi adalah sosok teramat penting di balik transformasi IAIN menjadi UIN yang hingga kini terus tumbuh dan berkembang di banyak daerah di Indonesia.
"Pengetahuan keislamannya mengakar pada sumber-sumber klasik yang sangat kaya dan mendalam, baik sumber Arab maupun Nusantara. Banyak karya ilmiahnya menjadi rujukan dunia," ujarnya.
Saat memimpin pascasarjana, Lukman mengungkapkan bahwa almarhum merupakan orang yang menggeser pemikiran Islam dari Arab untuk kembali ke Asia Tenggara. Saat itu terjadi pergeseran paradigma berpikir yang signifikan dari semula paradigma normatif-teologis gaya Harun Nasution ke paradigma sosio-historis khas gayanya.
"Kajian-kajian yang di zaman Harun berbau dunia Islam pada umumnya dan dunia Arab pada khususnya, pada masa Azra diarahkan pada kajian-kajian Islam Nusantara atau kajian Islam Asia Tenggara," katanya.
Azyumardi Azra bisa menjaga jarak dengan kekuasaan
Meski begitu, Lukman mengungkapkan bahwa Azyumardi sama sekali bukan sosok yang apolitis. Keahliannya sebagai seorang sejarawan Islam tidak menghentikannya terlibat dalam wacana kontemporer, khususnya demokrasi, politik, hukum, dan sosial keagamaan.
"Sampai dengan Allah memanggilnya pulang, ia tetap menjaga jarak dengan kekuasaan, terus menjadi intelektual terkemuka yang paling vokal dalam menyuarakan aspirasi publik," katanya.
Tokoh Muhammadiyah ini menurut Lukman selalu memelopori, mempromosikan, dan memperjuangkan moderasi berislam di Indonesia dan dunia internasional. Dialah salah satu peletak landasan akademik Islam Nusantara terkemuka.
"Akan menjadi sebuah kerugian besar jika moderasi beragama menjadi "yatim piatu" di kemudian hari, dalam pengertian tidak ada lagi yang mengawal, menggawangi, dan memfasilitasi implementasi nilai luhurnya," kata Lukman.
Azyumardi meninggal hari ini di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia. Ia dikenal sebagai cendekiawan muslim. Dia mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta pada 1982. Dia juga mendapatkan 3 gelar master dari departemen yang berbeda di Columbia University, Amerika Serikat. Azyumardi juga mengantongi gelar doktor dari kampus yang sama sebelum akhirnya diangkat sebagai guru besar di IAIN Syarif Hidayatullah pada 1998.
Dia pernah bekerja menjadi wartawan Panji Masyarakat pada 1979 sampai 1985. Kariernya banyak dihabiskan menjadi pengajar di Fakultas Adab UIN Jakarta. Dia juga sempat menjabat sebagai rektor di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Azyumardi Azra kemudian terpilih menjadi Ketua Dewan Pers dalam susunan kepengurusan periode 2022-2025, pada Rabu, 18 Mei 2022.
Baca: Azyumardi Azra Meninggal, Anwar Abbas Sebut Pandangan Beliau Banyak Dijadikan Rujukan