TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta atau UNJ, Ubedilah Badrun menyesalkan tidak tegasnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyikapi wacana dirinya bisa menjadi calon wakil presiden 2024.
"Masak Presiden hanya mengatakan informasi itu bukan dari dirinya dan tidak mau merespon narasi yang menjadi isu liar secara nasional. Sebelumnya saat isu tiga periode muncul, Presiden juga hanya bilang itu wacana. Ketegasan sebagai kepala negara perlu ditunjukan keberpihakannya pada demokrasi. Jika tidak maka membenarkan kesimpulan bahwa Jokowi antidemokrasi," kata Ubedilah saat dihubungi Jumat 16 September 2022.
Ubedilah mengungkapkan berdasarkan logika hukum atau dalam terminologi fiqih politik disebut mafhum muwafaqah, seorang presiden yang telah menjabat dua periode, dilarang menjabat presiden untuk ketiga kalinya. Itu maknanya apalagi menjabat jabatan yang lebih rendah yakni jabatan wakil presiden.
"Tentunya jauh tidak dapat dibenarkan secara logika hukum tata negara. Jadi kalau membiarkan wacana tersebut bergulir itu maknanya Presiden membiarkan kekeliruan pemahaman terhadap konstitusi UUD 1945," ujarnya.
Presiden, menurut Ubedilah juga berhak mengklarifikasi hal tersebut karena Presiden bukan hanya sebagai kepala pemerintahan tetapi juga kepala negara. Jokowi memiliki otoritas merespon narasi dari lembaga negara lainnya yang keliru.
"Cornelis Van Vollenhoven ketika menjelaskan hukum tata negara menegaskan bahwa hukum tata negara itu pada akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum tertentu serta menentukan susunan dan wewenang badan-badan tersebut," ujarnya.
Konstitusi dibuat agar demokrasi sehat
Ubedilah menjelaskan badan atau lembaga-lembaga negara itu memiliki wewenangnya dan tugasnya sesuai batas waktunya. Hal itu merupakan fungsi adanya hukum tata negara agar tidak ada kekuasaan yang absolut, diatur ditata secara sistematis agar tidak membuat kekuasaan yang absolut tetapi menjaga agar demokrasi tetap sehat.
"Pasal 7 UUD 1945 tidak boleh hanya dibaca harfiah atau tekstual tetapi harus dibaca dengan sistematis atau mengaitkan dengan pasal-pasal lainya dan harus kontekstual atau sesuai konteks pembuatannya," kata Ubedilah.
Pada Pasal 7 berbunyi Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan sesudahnya. Kemudian Pasal 8 menyebutkan jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wapres sampai habis masa jabatannya.
Jika Jokowi jadi Wapres 2024, disampaikan Ubedilah maka Pasal 8 ayat UUD 45 tidak akan dapat dilaksanakan karena akan bertentangan dengan Pasal 7. Oleh karena itu maka tidak dibenarkan adanya tafsir lain yang mungkin kecuali bahwa Jokowi tidak memenuhi syarat utk menjadi cawapres dalam pilpres 2024 nanti. Jika tetap ngotot maka Jokowi telah mempermainkan konstitusi UUD 1945.
Sebelumnya, wacana Jokowi menjadi cawapres pada Pilpres 2024 muncul setelah Juru Bicara Mahlamah Konstitusi atau MK, Fajar Laksono mengatakan tak ada batasan mantan presiden menjadi cawapres pada UUD 1945.
Fajar mengatakan tidak ada peraturan yang melarang hal Jokowi untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024. Namun, lebih kepada etika politik jika presiden dua periode ingin menjadi wakil presiden di periode selanjutnya.
Meski begitu, Fajar juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak dalam kapasitas menyatakan boleh ataupun tidak boleh. Hanya saja jika melihat UUD 1945 Pasal 7, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, untuk satu kali masa jabatan.
"UUD 1945 tidak mengatur secara eksplisit. Saya tidak dalam konteks mengatakan boleh atau tidak boleh. Saya hanya menyampaikan, yang diatur secara eksplisit dalam UUD 1945 itu soal Presiden atau Wakil Presiden menjabat 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali selama 1 periode dalam jabatan yang sama," katanya pada Senin 12 September 2022.
Jokowi angkat suara
Sementara itu, Jokowi sendiri mempertanyakan pihak yang melontarkan isu tentang peluang dirinya menjadi cawapres. Dia menjelaskan, dirinya sudah pernah menjawab soal isu presiden 3 periode hingga perpanjangan masa jabatan.
“Sejak awal saya sampaikan bahwa ini yang menyiapkan bukan saya, urusan tiga periode sudah saya jawab. Begitu dijawab, muncul lagi yang namanya perpanjangan, juga saya jawab. Ini muncul lagi jadi wapres," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 16 September 2022.
Baca: Peluang Jokowi Jadi Cawapres, Projo: Itu Wacana di Negara Demokrasi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.