TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Police Watch atau IPW meminta Kabareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto transparan dalam penanganan kasus gratifikasi dan pemerasan dalam proyek pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin. Mantan Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, AKBP Dalizon, menjadi tersangka dalam kasus ini.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya menyatakan Agus harus menelusuri pengakuan Dalizon dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang pada Jumat, 9 September 2022. Dalizon yang didakwa menerima Rp 10 miliar untuk menutup kasus korupsi di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin pada 2019 mengaku mengalirkan Rp 4,75 miliar diantaranya ke Kombes Anton Setiawan yang merupakan Direktur Kriminal Khusus Polda Sumsel saat itu.
"Kabareskrim Komjen Agus Andrianto harus transparan dan membuka kepada publik kasus Kombes Anton Setiawan yang terlibat dalam penerimaan aliran dana dari terdakwa AKBP Dalizon dalam kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019," kata Sugeng dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 10 Agustus 2022.
Bahkan, menurut Sugeng, dalam persidangan pada Rabu lalu, 7 September 2022, Dalizon mengaku memberikan setoran sebesar Rp 300 juta hingga Rp 500 juta kepada Anton setiap bulannya. Pengakuan Dalizon ini menjadi viral di media sosial.
Sugeng juga mempertanyakan soal tidak pernah hadirnya Anton Setiawan dalam persidangan Dalizon. Menurut dia, jaksa tidak pernah memaksa Anton untuk menjadi saksi. Sugeng pun menilai Dalizon hanya dijadikan tumbal dalam kasus ini.
"Sementara atasannya, Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum. Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon," kata Sugeng.
Indikasi adanya upaya untuk menumbalkan Dalizon dan tak menyeret aparat Polri lainnya, menurut Sugeng, terlihat dari langkah Bareskrim yang mengambil alih penanganan kasus ini.
“Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka,” ujar Sugeng.
Padahal, lanjut Sugeng, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, jelas ada aliran dana gratifikasi ke Kombes Anton Setiawan.
"Artinya, korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja. Apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri? Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri,” ujarnya.
IPW juga menemukan keanehan lain. Misalnya, dalam penanganan kasus AKBP Dalizon tersebut, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon.
Padahal, apabila masyarakat biasa melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim Polri langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek semua aliran keuangan, termasuk memblokir rekening bank terduga pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya.
“Kenapa UU TPPU itu tidak diterapkan bagi anggota Polri?” tanya Sugeng.
Oleh sebab itu, IPW mendesak kepada Kabareskrim Komjen Agus Adrianto untuk melakukan upaya bersih-bersih. Diawali dengan menuntaskan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin 2019 sampai menyentuh ke atasan dan bawahan AKBP Dalizon.