TEMPO.CO, Ponorogo - Aparat Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ponorogo menyiapkan tim pendampingan hukum bagi terduga pelaku penganiayaan di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) 1 Ponorogo, Jawa Timur. Sebab, satu di antara mereka yang juga santri masih berstatus anak - anak. Untuk pendampingan itu, polisi menggandeng Dinas Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak (Dinsos PPPA) Ponorogo dan Provinsi Jawa Timur.
"Kami sudah bekerjasama untuk menyiapkan penasihat hukum bagi (terduga pelaku) yang di bawah umur," kata Kepala Kepolisian Resor Ponorogo Ajun Komisaris Besar Catur Cahyono Wibowo, Sabtu, 10 September 2022.
Selain penasihat hukum, psikolog juga akan dilibatkan dalam pendampingan bagi terduga pelaku penganiayaan.
"Psikolog ikut mendampingi juga agar (terduga) yang masih di bawah umur merasa nyaman," ucap Kapolres.
Hingga hari ini, Polres Ponorogo mash belum melakukan penetapan tersangka. Catur menyatakan bahwa penetapan tersangka baru akan dilakukan setelah syarat formil dan materiil terpenuhi.
"Untuk pro-justitia ini legal standing-nya akan terpenuhi, baik formil maupun materiil," ujar Kapolres.
Sementara dari sisi perkembangan penyelidikan, ia menyatakan bahwa penyidik menambah saksi yang hingga Jumat kemarin sebanyak 25 orang. Adapun lima orang tambahan merupakan dokter forensik dari Polda Sumatera Selatan yang membantu proses autopsi jenazah korban berinisial AM.
"Juga dari nakes (tenaga kesehatan)," ucap Catur.
Dia juga menyatakan penyidik telah memintai keterangan saksi lain, seperti orang tua korban, santri, pengasuh santri, dokter Rumah Sakit Yasyfin Darussalam Gontor, dan petugas pemulasaraan jenazah.
Ia menambahkan dalam menangani kasus ini, polisi sudah menyita sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara dugaan penganiayaan terhadap AM dan dua santri lain. Ini seperti tongkat kayu yang patah, botol air mineral, minyak kayu putih, becak, dan rekaman CCTV.
AM, 17 tahun, tewas diduga akibat penganiayaan oleh sesama santri Pondok Pesantren Gontor pada 22 Agustus 2022. Ibu santri asal Palembang, Sumatera Selatan, tersebut mengadukan masalah ini ke pengacara Hotman Paris Hutapea yang kemudian merekamnya dan membuat video itu viral di dunia maya.
Dalam laporannya kepada Hotman Paris, ibu korban menceritakan kejanggalan soal kain kafan anaknya yang sempat dua kali diganti saat akan dikuburkan. Pasalnya, menurut dia, kain kafan itu dilumuri darah.
Kasus ini kemudian ditindaklanjuti oleh Polres Ponorogo. Pihak Pondok Pesantren Gontor pun menyatakan telah mengusut kasus ini secara internal dengan memulangkan dua orang santri yang diduga terlibat penganiayaan itu.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.