TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Usman M Tokan, menyebut pemberhentian Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum PPP bukan keputusan mendadak. Menurut dia, Majelis di DPP PPP sudah memperingatkan Suharso sejak dua bulan sebelumnya.
Majelis tersebut, menurut Usman, sudah melakukan tahapan mulai klarifikasi/tabayyun, peringatan, hingga permintaan agar Suharso Monoarfa mengundurkan diri.
"Selama lebih dua bulan, tahapan "jeweran" Majelis-Majelis yang terdiri dari para kiai karismatik dan senior partai itu tidak direspon secara layak oleh Suharso," ujar Usman dalam keterangannya, Jumat, 9 September 2022.
Menurut Usman, jeweran kepada Suharso beberapa bulan lalu bukan karena adanya konflik antara Kepala Bappenas itu dengan Pengurus Harian DPP atau Majelis DPP PPP. Namun, teguran itu lantaran adanya reaksi keras publik terhadap Suharso akibat pernyataan amlpop kiai serta persoalan pribadi Suharso yang mencuat.
Seluruh hal itu, kata Usman, sudah masuk kategori ancaman bagi keselamatan PPP. Isu amplop kiai bahkan dikhawatirkan akan dimainkan lawan politik sepanjang tahun untuk melemahkan PPP.
"Sementara urusan pribadi Suharso yang viral serta dokumen liar akan menjadi "bom waktu" yang setiap saat bisa meledak dan membunuh PPP," kata Usman.
Sebelumnya, Suharso dimakzulkan dari jabatannya setelah musyawarah kerja nasional (mukernas) PPP pada Ahad, 4 September 2022 memutuskan untuk memberhentikannya. Keputusan ini diambil setelah 3 pimpinan majelis yakni Majelis Syariah, Majelis Kehormatan, dan Majelis Pertimbangan melayangkan surat ketiga kepada Suharso.
Sebagai ganti Suharso, Mukernas bertemakan "Konsolidasi dan Sukses Pemilu 2024" yang dihadiri ketua dan sekretaris dari 27 DPW PPP se-Indonesia itu memilih Muhammad Mardiono sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum. Menanggapi hal itu, Suharso menolak hasil Mukernas tersebut karena dianggapnya tidak sah secara prosedural.
Suharso menjelaskan, sebelum gelaran mukernas para pengurus mengadakan rapat pimpinan harian. Rapat ini, kata dia, mestinya dilakukan dengan sepengetahuannya. Adapun jika Suharso berhalangan hadir, maka ia bakal mengirim delegasi.
“Rapat pimpinan harian harus sepengetahuan saya minimal dan saya tanda tangani atau Sekretaris Jenderal. Boleh saja saya berhalangan hadir dan meminta salah satu ketua umum untuk memimpin, tapi rapat pimpinan harian mesti dipimpin ketum, diinisiasi ketum dan ditandatangani ketum. Kemudian itu tidak dilakukan,” kata Suharso
M JULNIS FIRMANSYAH
Baca: Tolak Hasil Mukernas, Suharso Monoarfa Siapkan Surat Klarifikasi ke Kemenkumham
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.