TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang tahun politik pemilihan umum atau Pemilu 2024, partai dan tokoh sudah ancang-ancang meningkatkan elektabilitas. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, safari perjalanan atau petualangan jarak jauh dalam suatu kegiatan ekspedisi, penyelidikan, penelitian, wisata, dan sebagainya. Adapun jika merujuk arti itu, safari politik kegiatan kunjungan seseorang atau kelompok yang bertujuan politis.
Tujuan safari politik
Baca Juga:
Merujuk publikasi Komunikasi Politik dan Pencitraan (Analisis Teoritis Pencitraan Politik di Indonesia) menjelaskan, Megawati Soekarnoputri gaya safari politik dia mengunjungi desa terpencil, tempat pelelangan ikan, hingga pasar. Prabowo Subianto melakukan safari politik berkunjung ke sejumlah tokoh penting sebelum penetapan Kabinet Indonesia Maju.
Fungsi safari politik strategi yang dilakukan tokoh politik meningkatkan citra partai di mata masyarakat. Hasil dari safari politik juga dianggap mempengaruhi elektabilitas.
Mengutip dari publikasi Survei dan Konsultan Politik: Membangun Popularitas dan Elektabilitas Politik, mesin politik dan popularitas dua variabel yang dipercaya menentukan siapa saja yang ingin tampil ke permukaan sebagai calon pemimpin publik. Solid atau tidak jajaran elite politik yang bersangkutan pun menentukan sejauh mana mampu mengatasi segala model resistansi yang berkembang.
Elektabilitas politik tingkat keterpilihan partai atau politikus dalam pemilihan, seperti pemilihan umum atau pemilu. Elektabilitas ini dipengaruhi berbagai hal, rekam jejak partai atau politikus, hingga upaya kampanye.
Tak kalah penting, terkait fluktuasi popularitas tokoh yang ditawarkan. Menurun popularitas tokoh juga mempengaruhi tingkat kekuatan mesin politik. Popularitas pun bermakna untuk pergerakan mesin politik.
Mesin politik yang sederhana diyakini mampu bergerak lincah, seiring makin menguat popularitas tokoh. Sebaliknya, mesin politik yang kokoh bisa memudar, seiring merosotnya popularitas tokoh utamanya.
Politik sebagai pembahasan rasional fenomena kekuasaan dan kenegaraan telah ada sejak masa prasejarah. Saat itu manusia mulai hidup berkelompok telah menjadi karya tulis di Yunani 450 Sebelum Masehi, oleh para filsuf Herodotus, Plato, dan Aristoteles.
Namun, politik sebagai disiplin ilmu memiliki dasar, kerangka, dan ruang lingkup yang jelas pertama kali digunakan oleh Jean Bodin di Eropa pada 1576. Setelah itu makin berkembang pada abad 19.
Pada abad 21, ilmu politik telah menunjukkan banyak perkembangan. Itu ditunjukkan lahirnya berbagai produk berupa konsep, teori, pendekatan, yang semuanya bertujuan membuat politik yang sehat dan bermanfaat untuk rakyat banyak. Salah satu produk keilmuan pada abad 21 adalah survei politik yang bisa digunakan untuk prediksi persaingan.
Survei KedaiKOPI misalnya ,yang diadakan pada 3 Agustus hingga 18 Agustus 2022 dengan metode face to face interview. Ada 1.197 responden yang tersebar secara proporsional di seluruh wilayah Indonesia.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo menjelaskan deretan elektabilitas tokoh politik. Urutannya, Ganjar Pranowo 26 persen, Prabowo Subianto 18 persen, Anies Baswedan 14,5 persen. Belakangan juga dikabarkan elektabilitas Puan Maharani melonjak ke angka 9,6 persen. Nama Puan sering masuk dalam pemberitaan setelah langkahnya melakukan safari politik ke ketua umum partai lainnya.
Baca: Safari Politik, Cara Meningkatkan Citra Tokoh maupun Partai
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.