INFO NASIONAL – Pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat penyeragaman bahan pokok makanan. Di setiap daerah, masyarakat dikenalkan dengan swasembada beras. Namun, ternyata kebijakan yang mungkin benar pada waktu itu, nyatanya keliru.
“Kita belajar dari itu. Kita harus Move on, dari kebijakan Orde Baru yang sudah berakhir,” kata Direktur Eksekutif KEHATI Riki Frindos saat membuka Focus Group Discussion (FGD) “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Indonesia: Kedaulatan dan Keragaman Pangan Nusantara”, kerja sama Tempo – KEHATI di Gedung Tempo, Jakarta, Selasa 6 September 2022.
Menurut Riki, kewajiban semua pihak untuk kembali menjamin kedaulatan pangan. Adapun makanan-makanan yang diimpor atau adopsi dari luar negeri, menurut dia tidak bisa dihindari. “Bukan kita melarang tren atau adopsi dari luar negeri, tetapi bukan berarti kita harus meninggalkan kekayaan Indonesia yang luar biasa. Tidak hanya kekayaan makanan tapi juga culture.”
KEHATI, kata dia, mencoba mengarusutamakan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam konteks pangan. Terdapat tiga level untuk mengembangkannya yaitu dari spesies, genetik, dan juga ekosistem. Menurutnya, masing-masing daerah di Indonesia memiliki nilai sendiri. Karena itu tidak bisa dibandingkan satu dengan yang lainnya. Semisal di Nusa Tenggara Timur (NTT), walaupun panas namun Sorgum tumbuh bagus di sana. “Tidak perlu orang Flores di supply beras di sana,” kata dia.
KEHATI juga berupaya dari sisi hilir. Salah satunya dengan mengenalkan makanan lokal kepada balita di Flores, Nusa Tenggara Timur. Selain itu, urban campaign juga pernah dilakukan KEHATI dengan berkolaborasi bersama alumni MasterChef Indonesia. Mereka mengolah makanan salah satunya berbahan dasar sorgum untuk menjadi makanan yang enak dikonsumsi.
Maria Loretha, ‘Mama Sorgum” dari Yayasan Pembangunan Sosial dan Ekonomi(Yaspensel)NTT pun menuturkan, dibandingkan pulau-pulau lain di Indonesia, NTT merupakan wilayah yang unik. Sinar matahari yang penuh sangat bagus untuk biji-bijian. “Karena itu orang NTT sudah biasa makan jagung. Makan kacang-kacangan sudah cukup seperti makan nasi. Tidak apa mereka makan biji-bijian, enggak usah repot memaksakan makan yang lain,” kata dia.
Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Indonesia: Kedaulatan dan Keragaman Pangan Nusantara” di Gedung Tempo, Jakarta, Selasa 6 September 2022. (Foto: Norman Senjaya)
Manajer Ekosistem Pertanian KEHATI Puji Sumedi menuturkan lembaganya mengelola pangan bersama masyarakat dari hulu ke hilir. “Reinventing dan pengembangan benih dan sumber pangan lokal, budidaya, pengolahan pascapanen, pengembangan produk olahan sorgum, kampanye dan Gerakan konsumsi sorgum untuk pangan dan gizi serta olahan lain, dan pemanfaatan limbah sorgum adalah beberapa pembelajaran program sorgum dari KEHATI.”
Dia pun menuturkan, untuk pengembangan diversifikasi pangan maka sebaiknya diperhatikan empat hal. Pertama, sesuai agroklimat dan kearifan lokal. Kedua, budidaya lestari menjadi kekuatan dan daya saing dalam pengembangan pangan lokal yang adaptif terhadap krisis. Ketiga, partisipasi masyarakat menjadi kekuatan. Keempat pendampingan kelembagaan dan sinergi para pihak.
Menurut Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Rinna Syawal, Indonesia merupakan Negara Terbesar No.3 di dunia terkait keanekaragaman hayati (Biodiversity). Tiap wilayah, memiliki sumber pangan beraneka ragam. Terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 389 jenis buah-buahan, 75 jenis sumber protein, 228 jenis sayuran, 110 jenis rempah dan bumbu, 26 jenis kacang-kacangan, dan 40 jenis bahan minuman di Tanah Air.
Oleh karena itu, Rinna mengatakan, dengan adanya penganekaragaman konsumsi pangan maka masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja. Namun, juga mengonsumsi bahan pangan lain. Selain itu, masyarakat juga dapat pemanfaatan pangan lokal secara massif untuk memberikan kontribusi positif terhadap ketahanan pangan nasional. Inovasi teknologi dan formula rekayasa sosial juga perlu dilakukan. Hal itu untuk terbentuk kawasan diversifikasi pangan yang ideal sesuai budaya setempat.
Manajer Ekosistem Pertanian KEHATI Puji Sumedi (kanan) dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Indonesia: Kedaulatan dan Keragaman Pangan Nusantara” di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 6 September 2022. (Foto: Norman Senjaya)
Transformasi sistem pangan nasional di negara kepulauan Indonesia ini, kata Spesialis Sistem Pangan Bappenas Purnama Adil Marata, di antaranya integrasi pangan sehat dan bergizi dengan sistem jaring pengaman sosial. Kemudian promosi konsumsi pangan berkelanjutan dan literasi pangan. Lalu Inovasi teknologi fortifikasi dan biofortifikasi, pengurangan susut dan limbah pangan dan promosi keamanan pangan. Kemudian, promosi bisnis inklusif dan ekonomi sirkular dalam rantai pasok pangan.
Sementara Kepala Biotech Center, Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso dalam FGD kali ini membahas kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Dimana Gerakan Kedaulatan Pangan melalui Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani di Indonesia sudah ada di 20 provinsi 90 kabupaten. “Mereka memiliki motto Jangan dibantu, jangan diganggu,” ujar dia.
FGD Mewujudkan Kedaulatan Pangan di Indonesia dihadiri berbagai macam kalangan. Di akhir sesi, moderator Nana Riskhi dari Tempo pun memaparkan rangkuman. “Pertama, pemerintah baik nasional maupun daerah harus lebih progresif dalam mewujudkan kedaulatan pangan dengan regulasi sehingga Indonesia bisa terlepas dari ketergantungan pangan impor. Kedua, kedaulatan pangan juga mesti mempertimbangkan dampak-dampak dari perubahan iklim sehingga strategi dan penanganan agar mengoptimalkan tanpa merusak lingkungan juga harus dipikirkan upaya untuk mengurangi limbah makanan, pengembangan food estate seharusnya berbasis keanekaragaman sumber pangan lokal, dan tidak malah membuat monokultur. Sedangkan ketiga, kekurangan gizi juga menjadi tantangan di Indonesia terutama di daerah bagian Timur.”
FGD ini merupakan rangkaian kegiatan untuk menyerukan pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati dalam krisis iklim global kepada negara-negara dalam KTT G20 dimana German watch memfasilitasi penyelenggaraan dialog para pihak di negara-negara Asia dan Afrika(*)