TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi ucapan selamat kepada Liz Truss sebagai Perdana Menteri Inggris yang baru menggantikan Boris Johnson. Jokowi berharap kerja sama Indonesia dan Inggris akan semakin meningkat di era pemerintahan Liz.
"Mari bekerja bersama untuk memperkuat kemitraan strategis untuk menciptkan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di Indo Pasifik," kata Jokowi lewat akun twitternya @jokowi pada Rabu, 7 September 2022.
Jokowi pun turut menyampaikan harapannya kepada Boris. "Harapan yang terbaik dan terima kasih untuk teman baik saya," ujarnya.
Perempuan ketiga
Sebelumnya, Liz Truss menang melawan penantangnya Rishi Sunak dalam pemilihan yang dilakukan oleh anggota Partai Konservatif pada Senin, 5 September 2022.
Ia adalah perempuan ketiga yang duduk sebagai perdana menteri. Perempuan pertama yang menjadi Perdana Menteri Inggris adalah Margaret Thatcher yang dijuluki The Iron Lady pada 1979. Kedua adalah Theresa May yang menjabat pada 2016-2019.
Lahir dengan nama lengkap Mary Elizabeth Truss pada 1975 di Oxford, ia adalah anak tertua dari empat bersaudara. Ketika berusia empat tahun, keluarganya pindah ke Paisley, dekat Glasgow. Di sana, sang ayah yang bernama John berprofesi sebagai seorang profesor matematika.
Sementara itu, berbagai respons juga datang dari negara lain. Surat kabar The Times berdasarkan sumber orang dekat Liz Truss yang sebelumnya merupakan Menteri Luar Negeri Inggris, mewartakan Truss diprediksi bakal mendeklarasikan Cina sebagai ancaman keamanan nasional jika dia terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris.
Laporan The Times yang dikutip TASS dan diwartakan pada Minggu, 28 Agustus 2022, menyebut Menteri Luar Negeri Inggris itu berjanji akan membentuk ulang kebijakan luar negeri Inggris jika dia menjadi Perdana Menteri. Truss meyakinkan akan mengevaluasi kembali kebijakan Inggris pada tahun lalu mengenai prioritas Inggris dalam diplomasi dan pertahanan selama satu dekade ke depan.
Respons Rusia
Rusia juga langsung mengomentari terpilihnya Liz Truss sebagai Perdana Menteri Inggris yang baru. Sebelum terpilih sebagai perdana menteri, Liz Truss terbang ke Moskow di awal tahun ini untuk mencegah perang Rusia Ukraina.
Liz Truss dinilai lebih mengganggu kepemimpinan Rusia dibandingkan yang lain. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menggambarkan percakapan mereka seperti dialog antara orang tuli dan bisu.
Sebuah surat kabar Rusia melaporkan bahwa Truss, selama pertemuan dengan Lavrov, secara tidak sengaja mengatakan bahwa Inggris tidak akan pernah mengakui kedaulatan Moskow atas dua kota Rusia, Rostov dan Voronezh. Kedua kota yang disebutkan oleh Liz Truss itu harus dikoreksi oleh duta besarnya.
Kremlin memanfaatkan kesalahan itu sebagai contoh Liz Truss adalah pemimpin Barat yang kurang mendapat informasi. Inggris menolak hal itu sebagai propaganda dan mengatakan Truss hanya salah mendengar pertanyaan dari Lavrov.
Tatiana Stanovaya, pendiri firma analisis politik R.Politik, mengatakan bahwa insiden itu memainkan peran penting dalam membentuk sikap Rusia terhadap Liz Truss. “Kremlin bermimpi untuk berurusan dengan para pemimpin yang hebat, kuat, dan kompeten. Bagi Kremlin, Truss tampaknya mewakili generasi baru politisi Barat dangkal yang datang dan pergi serta tidak mampu berurusan dengan negara-negara seperti Rusia, berpikir secara strategis dan berencana dalam jangka panjangnya," ujar Stanovaya.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.