TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Fraksi PKS, Mulyanto menyatakan bahwa Fraksi PKS menolak kenaikan harga BBM yang memberatkan masyarakat. Sebagai bentuk simbolik penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang ditetapkan pemerintah Sabtu 3 September 2022 itu, Fraksi PKS pun memilih untuk walk out dari Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 6 September 2022.
Mulanya, Mulyanto anggota Komisi VII DPR RI diberikan izin pimpinan sidang Puan Maharani untuk menyampaikan aspirasi atas nama rakyat. Ia menyampaikan sikap PKS yang secara tegas menolak kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebab, Fraksi PKS yakin kebijakan ini akan semakin menambah beban kehidupan masyarakat yang belum pulih seratus persen dari pandemi Covid-19.
“Sebagai bentuk simpati, kami atas suara rakyat yang berbondong-bondong melangsungkan aksi demo menolak kenaikan BBM bersubsidi, Fraksi PKS memutuskan untuk walk out dari Rapat Paripurna. Demikian terima kasih,” kata Mulyanto dilanjutkan dengan aksinya berdiri dan keluar meninggalkan Rapat Paripurna DPR RI bersama anggota Fraksi PKS lainnya.
Walkout dalam Aturan DPR
Lantas, apakah aksi Fraksi PKS yang melakukan walkout itu tetap sah? Apakah hasil sidang Rapat Paripurna tentang kenaikan BBM bersubsidi tetap sah, meskipun ada anggota rapat yang walk out? ketentuan khusus untuk melakukan walk out dalam Rapat Paripurna DPR RI?
Mengutip Kamus Istilah Politik Kontemporer, walk out adalah meninggalkan ruangan rapat atau persidangan atas kehendak sendiri karena tidak menyetujui atau menolak suatu pembahasan atau hasil sidang yang telah ditetapkan. Istilah walk out ini kerap kali hadir dalam proses persidangan DPR RI ketika sebagian anggota keluar meninggalkan ruangan sebelum rapat usai. Walk out dilakukan sebagai bentuk mempertahankan argumentasi. Lantas, apakah hasil sidang tetap sah, meskipun ada anggota ataupun Fraksi yang melakukan walk out?
Aturan pengambilan keputusan dalam sidang yang dilakukan oleh DPR RI telah diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1/2020 tentang Tata Tertib. Pada dasarnya, setiap rapat DPR dapat memutuskan sebuah hasil, jika telah memenuhi jumlah minimal anggota yang harus menghadiri rapat (kuorum).
Untuk memutuskan suatu hasil berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 dalam rapat DPR, terdapat dua tahap pengambilan keputusan. Pertama, pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Kedua, pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak, jika pengambilan keputusan tahap pertama tidak terpenuhi.
Pengambilan keputusan tahap pertama berdasarkan mufakat dilakukan setelah anggota yang menghadiri rapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan saran. Nantinya, apa yang disampaikan oleh anggota rapat merupakan sumbangan solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dibahas dalam rapat. Keputusan dalam tahap pertama ini akan sah, jika dalam rapat dihadiri oleh anggota dan unsur Fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281 ayat (1) PDPR 1/2020 dan disepakati oleh semua yang hadir.
Melansir dpr.go.id, begini bunyi Pasal 281 ayat (1) PDPR 1/2020: Ketua rapat membuka rapat apabila pada waktu yang telah ditentukan untuk membuka rapat telah hadir lebih dari ½ jumlah anggota rapat yang terdiri atas lebih dari ½ unsur Fraksi.
Kendati demikian, jika tahap pengambilan keputusan pertama tidak mencapai mufakat, akan langsung dilanjutkan dengan tahap kedua berdasarkan suara terbanyak.
Pada tahap ini, keputusan berdasarkan suara terbanyak dikatakan sah, jika dalam rapat yang dihadiri oleh anggota dan unsur fraksi sesuai dengan Pasal 281 ayat (1) PDPR 1/2020, seperti pasal sebelumnya.
Dengan begitu, anggota atau fraksi yang melakukan walk out, dianggap telah hadir dalam rapat dan tidak memberikan pengaruh sahnya suatu keputusan. Intinya, walk out diperbolehkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, tetapi hasil rapat akan tetap sah dan bulat, walaupun anggota atau Fraksi melakukan aksi tersebut.
RACHEL FARAHDIBA R
Baca: Tolak Kenaikan Harga BBM, Fraksi PKS Walk Out dari Sidang Paripurna DPR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.