INFO NASIONAL – Yayasan KEHATI dan Tempo.co bekerja sama memfasilitasi dialog para pihak tentang konservasi keanekaragaman hayati di masa krisis perubahan iklim, khususnya terkait kedaulatan pangan dan pembangunan berkelanjutan. Diskusi ini diharapkan dapat memberikan masukan pada tujuan strategis penyelenggaraan KTT G20 yang diketuai Indonesia, yaitu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Diskusi dengan format Focus Group Discussion (FGD) ini akan dilakukan secara luring dan daring, bertempat di kantor Tempo.co di Jalan Palmerah Barat No.8 RT 01/RW 10 Palmerah Jakarta Barat. Diskusi akan diselenggarakan pada Selasa, 6 September 2022 dari Pukul 08.30-13.00 WIB. Pada acara kali ini, Direktur Eksekutif KEHATI Riki Frindos akan memberikan sambutan dan membuka acara. Para pemateri akan mempresentasikan key strategic issue sebagai pemantik dialog tentang Kedaulatan Pangan Indonesia.
Diskusi pertama dimulai dengan pembicara Direktur Pangan Bappenas Anang Nugroho dengan tema “Strategi Kebijakan Regionalisasi Sistem Pangan Indonesia untuk Kedaulatan Pangan”, sementara Kepala Pusat Ketersediaan Pangan Bapanas Andriko Notosusanto akan membahas “Keanekaragaman Pangan Untuk Pemenuhan Pola Pangan Harapan menuju Kedaulatan Pangan.”
Dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa akan membahas “Mengurangi Ketergantungan Impor Bahan Pangan”. Sedangkan Renata Puji Sumedi Hanggarawati dari KEHATI untuk ekosistem pertanian akan membahas “Pembelajaran Membangun Pangan Lokal Sorgum di NTT.” KEHATI dan Redaktur Tempo.co akan memandu dan memfasilitasi diskusi sehingga setiap peserta dapat menyampaikan masukan serta berinteraksi dalam diskusi.
Sebelumnya, Laporan FAO pada tahun 2019 menunjukkan 91 negara mengalami kehilangan keanekaragaman hayati berupa tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang berperan menjaga kesuburan tanah, penyerbukan tanaman, dan fungsi esensial terhadap tanaman lainnya. Tekanan pada produksi pangan diperparah dengan kekurangan air tawar dan ketidakstabilan iklim. Upaya ketahanan pangan pada akhirnya berbalik mengancam pemenuhan pangan global.
Sementara kenyataannya, Indonesia memiliki beragam sumber bahan pangan, seperti sorgum, umbi-umbian, jagung, kacang-kacangan, ikan serta hasil laut lainnya, dan sebagainya. Semua bahan tersebut merupakan keanekaragaman pangan Tanah Air.
Isu pangan tentu bukan hanya kedaulatan/kemandirian atau ketahanan pangan. Ada pula keamanan pangan, produksi pangan, ketersediaan pangan, cadangan pangan, dan keanekaragaman pangan. Itu sebabnya, penting keberadaan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia atau Food Security and Vulnerability Atlas. Peta ini menjadi acuan kebijakan pangan yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan aksesibilitas setiap daerah.
Pangan bukan hanya apa yang ada di darat, namun juga di ekosistem perairan dan laut. Pangan Indonesia yang begitu beragam perlu mendapat perhatian untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sekaligus melindungi alam, mengerem perubahan iklim, dan menurunkan emisi. Seperti kita ketahui, eksploitasi pangan mengakibatkan lingkungan menjadi rentan, dan pada akhirnya mempengaruhi kehidupan manusia.
Peta ketahanan dan kerentanan pangan dapat menerjemahkan regionalisasi pangan sesuai kekayaan sumber daya hayati Indonesia sebagai negara kepulauan. Dengan lebih mengenal dan mengkonservasi sumber daya genetik benih lokal, maka dapat menghasilkan sistem pangan tangguh. Terjangkau masyarakat dari sisi sumber daya, sumber dana, dan mengangkat kearifan lokal. (*)