TEMPO.CO, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyebut ada kemungkinan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN akan diputuskan setelah Pilpres 2024 selesai. Dengan demikian, ujar dia, payung hukum haluan negara tersebut bisa diputuskan dalam kondisi politik yang kondusif.
"Pembicaraan tingkat III untuk mengambil keputusan tentang bentuk hukum dan rancangan PPHN bisa saja waktunya dilakukan setelah Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 14 Februari 2024, sehingga kondisi politik sudah jauh lebih tenang dan kondusif," kata Bamsoet lewat keterangannya, Selasa malam, 30 Agustus 2022.
Pembentukan Keputusan MPR soal PPHN akan dilakukan melalui tiga tingkat pembicaraan. Tingkat I adalah pembahasan dalam Sidang Paripurna yang didahului oleh penjelasan Pimpinan MPR, dilanjutkan Pandangan Umum Fraksi dan Kelompok DPD.
Kemudian, Tingkat II, pembahasan oleh Panitia Ad Hoc terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I. Hasil pembahasan pada tingkat II ini merupakan Rancangan Keputusan MPR. Kemudian pembicaraan tingkat III, yakni pengambilan keputusan oleh Sidang Paripurna setelah mendengar laporan Pimpinan Panitia Ad Hoc.
Badan Pengkajian MPR sebelumnya telah merekomendasikan menghadirkan PPHN tanpa melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
PPHN, kata Bamsoet, perlu diatur melalui peraturan perundang-undangan yang hierarkinya berada di bawah Undang-Undang Dasar, tetapi harus di atas Undang-Undang. Alasannya, Pokok-Pokok Haluan Negara tidak boleh lebih filosofis daripada Undang-Undang Dasar, sekaligus tidak boleh bersifat teknis atau teknokratis seperti Undang-Undang.
"Dengan demikian, memang idealnya, PPHN perlu diatur melalui Ketetapan MPR, dengan melakukan perubahan terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, untuk saat ini, seperti kita pahami bersama, gagasan tersebut sangat sulit untuk direalisasikan. Oleh sebab itu, mengingat urgensinya berkaitan dengan momentum lima tahunan, gagasan menghadirkan PPHN yang diatur melalui Ketetapan MPR, cara menghadirkannya akan diupayakan melalui konvensi ketatanegaraan," ujar Bamsoet dalam Sidang Bersama MPR pada 16 Agustus 2022.
Konvensi Tak Punya Kekuatan Hukum Mengikat
Namun demikian, fraksi-fraksi di MPR nyatanya belum bulat menyepakati hadirnya PPHN lewat konvensi seperti klaim Bamsoet. Fraksi Golkar MPR, partai Bambang sendiri, salah satu yang menolak usul PPHN dihadirkan lewat konvensi ketatanegaraan. "Fraksi Partai Golkar MPR RI dengan tegas menolak," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Idris Laena lewat keterangan tertulis, Selasa, 26 Juli 2022.
Musababnya, lanjut Idris, konvensi tidak punya kekuatan hukum yang mengikat, baik terhadap lembaga negara yang lainnya, apalagi untuk mengikat seluruh Warga Negara Indonesia.
Fraksi Golkar mengusulkan payung hukum PPHN berlandaskan undang-undang. "Lebih baik UU, karena lebih mengikat sebagai produk hukum dan sekaligus dapat menggantikan UU RPJPM yang akan segera berakhir," tutur Idris.
Baca juga: MPR Gelar Rapat Gabungan 20 September, Bahas Rencana Pembentukan Panitia Ad Hoc PPHN
DEWI NURITA