TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 15 orang saksi dihadirkan dalam sidang kode etik Irjen Ferdy Sambo yang digelar di Mabes Polri pada Kamis, 25 Agustus 2022 hingga Jumat dini hari tadi. Belasan saksi tersebut dibagi menjadi tiga klaster berdasarkan waktu dan lokasi kejadian.
Berikut 15 orang saksi tersebut:
1.HK (Brigjen Hendra Kurniawan)
2. BA (Brigjen Benny Ali)
3. AN (Kombes Agus Nurpatria)
4. S (Kombes Susanto)
5. BH (Kombes Budhi Herdi)
6. RS (AKBP Ridwan Soplanit)
7. AR (AKBP Arif Rahman)
8. ACN (AKBP Arif Cahya)
9. CP (Kompol Chuk Putranto)
10. RS (AKP Rifaizal Samual)|
11. RR (Bripka Ricky Rizal)
12. KM (Kuat Maruf)
13. RE (Bharada Richard Eliezer)
14. HN (saksi di luar patsus)
15. MB (saksi di luar patsus)
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyebut kluster pertama yang dihadirkan dalam kasus ini antara lain Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala RR alias Ricky Rizal, dan KM alias Kuat Ma'ruf. Dedi menyebut klaster pertama ini merupakan orang-orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) saat Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J ditembak
"Cluster saksi pertama ada 3 orang terkait menyangkut masalah cluster peristiwa penembakan Brigadir J di TKP Duren Tiga," ujar Dedi pada Kamis, 25 Agustus 2022.
Dalam pengakuannya, Bharada E menyatakan bahwa dirinya diperintahkan Ferdy untuk menembak Brigadir J. Dia mengaku melepaskan tiga tembakan sementara Ferdy melakukan dua tembakan terakhir di bagian kepala.
Sementarra Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf disebut berada di lokasi itu dan mengapit Yosua yang pasrah tak melakukan perlawanan.
Dedi menambahkan, klaster kedua merupakan anggota polisi yang diduga melakukan obstraction of justice atau upaya penghalangan proses hukum melalui ketidakprofesionalan saat melakukan olah TKP.
Lima orang saksi yang masuk dalam klaster ini, yakni mantan Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan, mantan Karoprovos Brigjen Benny Ali, Kapolres Jakarta Selatan nonaktif Kombes Budhi Herdi, mantan Kaden A Biro Paminal Kombes Agus Nurpatria, mantan Kabag Gakkum Roprovost Divpropam Kombes Susanto.
Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali diketahu merupakan dua bawahan langsung Ferdy Sambo. Keduanya disebut sebagai orang yang mengetahui pertama kali kejadian itu.
Hendra dan Benny disebut mengerahkan anak buahnya ke rumah dinas Ferdy di Komplek Polri Duren Tiga. Kehadiran para anak buah Hendra dan Benny ini diduga membuat TKP terkontaminasi.
Selain itu, Benny disebut sebagai orang yang memaksa adik Yosua untuk menandatangani surat persetujuan otopsi. Masalahnya, surat itu baru ditandatangani belakangan setelah proses otopsi kelar.
Hendra juga disebut melakukan obstruction of justice dengan mengancam dan melarang pihak keluarga Brigadir J mereka jenazah saat tiba di Jambi. Sementara untuk saksi lain di klaster ini diduga melakukan olah TKP dengan tidak profesional.
Klaster terakhir merupakan anggota polisi yang juga diduga melakukan obstruction of justice dengan menghilangkan atau merusak alat bukti berupa kamera CCTV. Mereka disebut merupakan CCTV di dalam rumah dinas Kadiv Propam Polri dan decoder CCTV di kompleks perumahan. Tidak diketahui identitas pasti para saksi di klaster ini.
Setelah mendengarkan keterangan 15 saksi itu, Komite Kode Etik Polisi (KKEP) yang dipimpin oleh Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri melanjutkan sidang dengan memeriksa Ferdy Sambo. Akhirnya, KKEP menjatuhkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu. Ferdy mengajukan banding atas keputusan tersebut.