TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming menentukan perusahaan-perusahaan yang mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). Pergerakan Mardani dalam mengatur perusahaan yang mendapatkan IUP diungkapkan oleh saksi mantan Kepala Dinas Energi dan Pertambangan Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
KPK memeriksan Dwidjono di Lapas Kelas IIA Banjarmasin, pada Senin kemarin, 22 Agustus 2022. Dwidjono merupakan pihak yang mengadukan perkara ini ke KPK setelah dia dijerat Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi pengalihan IPU PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
"Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya perintah tersangka MM untuk menentukan perusahaan-perusahaan yang mendapatkan IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.
Mardani H Maming telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengurusan IUP di Kabupaten Tanah Bumbu. Menurut KPK, Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 memiliki kewenangan memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Tanah Bumbu.
Bendahara Umum non aktif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu diduga ikut mengatur pengalihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN pada 2010. Menurut KPK, pemilik PT PCN, mendiang Henry Soetio, melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani agar dapat memperlancar proses peralihan IUP tersebut.
KPK menduga Mardani menerima uang dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020. Uang itu dialirkan ke sejumlah perusahaan milik keluarganya.
Mardani mengaku proses peralihan tersebut sudah sesuai prosedur. Dia menyatakan tak tahu jika pengalihan IUP itu menabrak peraturan karena sudah mendapatkan persetujuan dari Dwidjono yang merupakan anak buahnya.
"Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kadis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ucap Mardani.
Mardani H Maming juga menyatakan bahwa aliran dana dari PT PCN ke perusahaan milik keluarganya murni masalah bisnis.
"Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah 'business to business'. Tidak mungkin saya se bodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang), pengadilan utang piutang. Murni 'business to business'," kilah dia.
KPK menjerat Mardani H Maming dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11