TEMPO.CO, Jakarta - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramowardhani memastikan pengusutan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tetap dilakukan secara hukum atau yudisial.
Hal ini untuk menjawab keresahan masyarakat tentang pengusutan yang tidak bakal dilakukan secara hukum, pasca Presiden Jokowi menerbitkan Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
"Keppres yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi tidak berarti menghilangkan upaya penegakan hukum atau upaya yudisial penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Keberadaan tim akan saling beriringan dalam penyelesaian kasus HAM berat," ujar Jaleswari dalam keterangannya, Senin, 22 Agustus 2022.
Jaleswari menjelaskan penyelesaian yudisial dan non-yudisial akan bersifat saling melengkapi atau komplementer, bukan saling menggantikan atau subtitutif. Kedua jalur ini, menurut dia, dibutuhkan untuk memastikan penyelesaian kasus HAM dilakukan secara menyeluruh.
Selain itu, Jaleswari menyebut berdasarkan pengalaman negara-negara lain, penyelesaian kasus HAM berat memang dilakukan secara yudisial dan non-yudisial. Di Indonesia, Jaleswari menyebut pemerintah berpegang pada UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk penyelesaian yudisial. Sementara jalur non-yudisal dapat turut diintervensi melalui produk jalur eksekutif.
Adapun perbedaan di antara keduanya, yaitu mekanisme yudisal lebih berorientasi pada keadilan retributif. Sementara mekanisme non-yudisial berorientasi pada pemulihan korban atau victim center. "Mekanisme non-yudisial lebih memungkinkan terwujudnya hak-hak korban seperti hak mengetahui kebenaran, hak atas keadilan, hak atas pemulihan, dan hak atas kepuasan," kata Jaleswari.
Sampai saat ini, Komnas HAM tengah menangani 12 kasus pelanggaran HAM berat. Kasus-kasus tersebut di antaranya seperti Pembunuhan Massal 1965, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998, dan Kerusuhan Mei 1998.
Lalu Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001, Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, Pembunuhan Munir, hingga Peristiwa Paniai.
Sementara itu Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebelumnya telah meminta Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, menindaklanjuti 12 berkas kasus pelanggaran HAM berat. Berkas itu Komnas limpahkan karena penyelidikan kasus oleh pihaknya telah diselesaikan.
"Komnas HAM terus mendorong dan berkoordinasi dengan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti 12 berkas peristiwa yang telah selesai diselidiki oleh Komnas HAM RI sesuai mandat Undang-Undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata Taufan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.