TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan tetap memeriksa Putri Candrawathi setelah ditetapkan tersangka oleh Tim Khusus (timsus) Bareskrim Polri.
“Kami tetap sesuai rencana akan meminta keterangan dari Ibu PC dan saat ini kami masih berkoordinasi dengan beberapa pihak untuk memastikan tempat dan waktunya,” kata Komisioner Komnas HAM Theresia Iswarini saat konferensi pers virtual, Jumat, 19 Agustus 2022.
Ia mengatakan pengumpulan fakta yang dilakukan Komnas HAM akan terus berlanjut meski Putri ditetapkan tersangka. Pemeriksaan ini, katanya, adalah upaya untuk mendapatkan gambaran yang utuh terkait kasus ini.
Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi mengatakan pihaknya dan Komnas HAM akan tetap meminta keterangan dari PC apapun posisinya.
“Jadi itu tetap harus dilakukan. Yang membedakan kepolisian memeriksa dalam konteks penegakan hukum. Sedangkan Komnas Perempuan dan Komnas HAM memeriksa untuk melihat apakah ada pelanggaran HAM, baik dalam proses hukum atau penegakan hukum kasus ini,” kata Siti Aminah.
Komnas HAM dan Komnas Perempuan sepakat agar Putri tetap mendapat pendampingan psikologis dan psikiater sesuai rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian mengatakan Putri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti, yakni keterangan saksi dan bukti elektronik berupa CCTV yang ada di rumah pribadi di Jalan Saguling 3 dan CCTV di dekat TKP.
“DVR yang diperoleh dari pos satpm inilah yang menjadi bagian circumstantial evidence atau barang bukti tidak langsung yang menjadi petunjuk PC ada di lokasi sejak di Saguling sampai Duren Tiga,” kata Andi Rian saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, 19 Agustus 2022.
Ia mengatakan berdasarkan bukti ini Putri melakukan kegiatan atau menjadi bagian dari perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.
Brigjen Andi Rian mengatakan Putri sudah menjalani tiga kali pemeriksaan, namun ia tidak hadir dalam gelar perkara karena dokter memintanya istirahat selama 7 hari. Putri Candrawathi disangkakan Pasal 340 subsider 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP, sama seperti yang dikenakan empat tersangka sebelumnya.
Inspektur Pengawasan Umum Polri sekaligus ketua Tim Khusus Bareskrim, Komjen Agung Budi Maryoto, mengatakan belum menahan Putri Candrawathi karena yang bersangkutan masih dalam kondisi sakit.
Sebelum Putri ditetapkan tersangka, ia melaporkan adanya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Yosua pada 8 Juli lalu. Namun, Bareskrim menghentikan pengusutan laporan ini 12 Agustus kemarin karena tidak menemukan tindak pidana pelecehan.
Sebelumnya, Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menetapkan empat tersangka pembunuhan Brigadir Yosua. Mereka adalah Ferdy Sambo, Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir Ricky Rizal, dan KM alias Kuat sopir dari istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawati.
Atas perbuatannya membunuh Brigadir J, Ferdy Sambo diancam dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan hukuman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, dan 20 tahun perjara.
Pasal yang dikenakan kepada Ferdy Sambo sama seperti yang dikenakan terhadap Brigadir Ricky Rizal, ajudan istrinya, Putri Candrawathi. Sementara Bharada E dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Satu tersangka lainnya yang ikut terjerat kasus pembunuhan Brigadir J ini adalah Kuat, sopir Ferdy Sambo.