Tulisan ini adalah bagian dari seri tulisan edisi khusus tentang 7 perempuan kepala daerah berprestasi pilihan tempo.co. Tulisan mendalam liputan ini dapat dibaca di Inspirasi dari Perempuan Kepala daerah.
TEMPO.CO, Tegal - Umi Azizah menjabat Bupati Tegal sejak 2019. Ia terjun ke dunia politik dengan terlebih dulu menjadi Wakil Bupati. Saat pertama kali menduduki jabatan di pemerintahan, Umi bertekad mewujudkan pemerintahan yang bersih di Pemkab Tegal.
“Intinya, menurut saya, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) adalah sumber masalah yang akhirnya melebar ke mana-mana dan dampaknya panjang,” kata Umi Azizah saat ditemui Tempo di rumah dinasnya, pada Kamis, 11 Agustus 2022.
Menurut Umi, tekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih itu dia wujudkan menjadi budaya organisasi di pemerintahannya. Ia mempraktikkannya dalam momen rotasi, seleksi, dan mutasi jabatan tinggi pratama di lingkungan Pemkab Tegal. Menurut Umi, sejak dia memimpin Tegal, praktik jual-beli jabatan mulai ditinggalkan. “Kalau berbicara aturan, saya tak bisa ditawar,” katanya.
Ia juga menghapus tradisi memberikan setoran kepada atasan, seperti menjelang Idul Fitri. Gara-gara ini, kata Umi, banyak anak buahnya yang tak menyukai gaya kepemimpinannya. Tapi ia jalan terus. “Saya mengamati ada perubahan kultur di birokrasi,” ujarnya.
Umi mengaku pernah mendapat tawaran uang ratusan juta rupiah dari investor yang akan menanamkan modal di Kabupaten Tegal. Tawaran itu dia tolak. “Nilainya Rp 600 juta. Dibandingkan dengan biaya operasional bupati dan wakil dalam setahun, angka itu sebenarnya cukup besar,” katanya.
Setelah dia menolak, tawaran itu lalu disampaikan melalui salah satu anaknya. Orang yang menawarkan uang itu datang ke rumahnya dan menemui sang anak. Tapi anak Umi menolak memberikan nomor rekening yang diminta orang tersebut.
Ia juga membuat sejumlah terobosan, salah satunya menggalakkan berwirausaha. Program itu diberi nama Tegal Golet Bos Muda. Setiap tahun Pemkab Tegal menjaring pemuda untuk didampingi menjalankan usaha. Mereka juga akan diberikan bantuan usaha untuk calon pengusaha terpilih. “Mengubah mindset bukan menjadi pencari kerja tetapi menciptakan lapangan pekerjaan,” katanya.
Sebelum berkecimpung di pemerintahan, Umi bercerita tak memiliki pengalaman dalam organisasi politik. Lahir dari kalangan santri, dia selama ini aktif di organisasi sayap perempuan Nahdlatul Ulama, Fatayat dan Muslimat. Dia juga menjabat Ketua Muslimat Kabupaten Tegal.
Sejumlah kiai yang mendorongnya maju dalam pemilihan membuatnya semakin yakin untuk terjun ke kancah politik. Aktivitasnya di kegiatan sosial sejak belajar di pesantren hingga berkuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro Kota Semarang dianggap cukup sebagai modal. “Hampir semua pengasuh di pondok pesantren saya aktivis di masyarakat,” katanya.