TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah merespons langkah sejumlah menteri Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mulai bermanuver menjelang Pilpres 2024. Menurut Basarah, jika presiden membiarkan para pembantunya bermanuver, bukan berarti presiden memberi dukungan politik.
"Jangan dianggap terlalu over ekspektasi kalau itu adalah dukungan politik untuk berkontestasi pada Pilpres yang akan datang," ujar Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan pada Senin, 15 Agustus 2022.
Para menteri Jokowi yang sudah terang-terangan mendeklarasikan diri maju di Pilpres 2024 di antaranya adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, kemudian ada juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang digadang-gadang partainya maju sebagai capres dari Golkar, serta beberapa nama lainnya yang dinilai potensial.
Menurut Basarah, para pembantu Jokowi memang seyogyanya melapor dan minta restu kepada presiden yang saat ini atasannya dalam mengambil keputusan apapun. Hal serupa, kata dia, pernah terjadi pada saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi presiden.
"Waktu Ibu Mega, menteri-menteri ditanya apakah mau mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres. Artinya dalam praktik bernegara kita, ada suatu etika kenegaraan seorang menteri meminta izin ke atasannya. Hal yang sama juga terjadi pada Pak Jokowi, etika politiknya meminta izin dan melapor kepada presiden," ujar Basarah.
Dalam konteks ini, menurut Basarah, presiden tidak punya kewajiban untuk merestui atau tidak merestui. Sebab, tuturnya, mencalonkan dan dicalonkan merupakan hak politik masing-masing menteri dan menjadi hak warga negara dalam Pilpres 2024.
"Saya kira kalau dilihat dari asas kepatutan, izin atau restu yang diberikan (presiden) kepada menteri-menterinya siapa pun dia, itu sesuatu standar etika saja dari Pak Jokowi sebagai presiden. Artinya restu itu tidak harus diterjemahkan sebagai sebuah keinginan politik bagi presiden untuk mendukung salah satu atau salah dua atau salah tiga menteri-menteri," ujar dia.
DEWI NURITA