"Kalau konvensi yang dijadikan contoh adalah Pidato Presiden di Sidang Tahunan MPR RI 16 Agustus, yang setiap tahun dilaksanakan tanpa diatur konstitusi, tentu saja berbeda, karena pidato tahunan bukan produk hukum," ujar dia.
Lagipula, ujar Idris, payung hukum penyelengaraan Pidato Kenegaran Presiden 16 Agustus, juga hanya diatur dalam Pasal 100 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.
"Menjadikan Pasal 100 tata tertib MPR sebagai landasan produk hukum PPHN sudah pasti akan menjadi perdebatan panjang di kalangan masyarakat, karena tata tertib masing-masing lembaga hanya mengikat ke dalam Dan bukan bagian dari hirarki perundang-undangan Indonesia. Fraksi Partai Golkar pasti akan menolak wacana menghadirkan PPHN dengan landasan hukum yang mengada-ada dan terkesan dipaksakan," ujar dia.
Fraksi Golkar mengusulkan payung hukum PPHN berlandaskan undang-undang. "Lebih baik UU, karena lebih mengikat sebagai produk hukum dan sekaligus dapat menggantikan UU RPJPM yang akan segera berakhir," tutur Idris.
MPR baru akan melakukan sidang paripurna pengambilan keputusan soal PPHN pada September mendatang. Dalam sidang itu, MPR akan mendengarkan pandangan setiap fraksi dan kelompok DPD, dengan ketentuan jika mayoritas anggota MPR sebagai pemegang hak konstitusi yang hadir dalam paripurna tersebut dapat menerima Rancangan PPHN, maka selanjutnya akan dibentuk Panitia Ad Hoc untuk menggodok payung hukum PPHN.
Baca juga: Bamsoet Usul IKN Masuk PPHN untuk Menjamin Kepastian Pembangunan
DEWI NURITA