TEMPO.CO, Jakarta - Barada Richard Eleizer sedang menanti-nanti keputusan tentang pengajuannya sebagai justice collaborator. Penyidik Polri telah menetapkannya sebagai tersangka pertama dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat yang tewas di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengagendakan pertemuan dengan penyidik kepolisian mengenai permohonan Eleizer.
Menjadi justice collaborator, Barada Eliezer berharap bisa membuat terang perkara ini dengan beberapa konsekuensi. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang justice collaborator.
Surat edaran itu menjelaskan bahwa ada pemberian perlindungan hukum bagi orang yang dapat membantu melaporkan temuan baru, serta perlakuan khusus terhadap pelaku dalam menegakan hukum pada suatu kasus. Mekanisme itu memberikan ruang bagi saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat hukum.
Untuk menjadi justice collaborator, terdapat persyaratan yang perlu diperhatikan. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung itu, seseorang dapat dikategorikan sebagai justice collaborator jika:
1. Salah satu pelaku tindak pidana tertentu yang mengakui kejahatan yang dilakukannya,
2. Bukan pelaku utama kejahatan dan memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
3. Dalam tuntutannya jaksa menyatakan yang bersangkutan memberikan keterangan dan berbagai bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap para pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar, dan mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana
Apa istimewanya menjadi justice collaborator?
1.Pelaku tidak dapat dituntut
Hal ini tertuang dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Isinya menjelaskan mengenai perlindungan terhadap pelapor tindak pidana atau peniup peluit (WhistleBlower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator).
“Saksi korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau yang telah diberikannya.” Demikian pasal itu.
Meski saksi pelaku atau pelapor tidak dapat dikenai hukum pidana maupun perdata dalam kesaksian laporannya, namun ketika laorannya diberikan dengan itikad tidak baik akan dipertimbangkan kembali.
2. Penghargaan atas jasanya
Saksi pelaku akan mendapatkan beberapa bentuk penghargaan atas jasanya. Pasal 10 ayat (2) menjelaskan bahwa pelapor atas kesaksiannya akan mendapatkan kekuatan hukum. “Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Keringanan untuk Pelaku
Ada dua keringangan yang dapat dipertimbangkan oleh aparat hukum atas jasanya:
Saksi pelaku akan mendapatkan keringanan pidana dari hakim.
Hal ini diberikan karena melihat bahwa seorang pelaku yakin atas kesalahannya sehingga kesaksiannya dapat dipertimbangkan.
Pemberian pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi saksi pelaku yang berstatus narapidana.
“Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum,” Sebagaimana pasal 10 ayat (5).
FATHUR RACHMAN
Baca juga: Bharada E Ajukan Perlindungan, Ini Daftar Subjek Perlindungan LPSK