TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Rakyat Papua (MRP) meminta Menteri Politik Hukum Keamanan Mahfud Md memperhatikan pengungsi di daerah-daerah konflik seperti Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Nduga, dan Kabupaten Puncak. Mereka bahkan mengusulkan agar Mahfud membentuk tim pencari fakta soal penanganan para pengungsi itu.
“Usulan kami adalah dibentuk tim pencari fakta di bawah Kemenkopolhukam terkait dengan penanganan pengungsi," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang ikut mendampingi MRP, saat bertemu Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat, 5 Agustus 2022, dalam keterangan tertulis.
Tim pencari fakta ini, kata Usman, bukan bertujuan untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu. "Tetapi untuk mengidentifikasi kebutuhan pengungsi dan menunjuk instansi relevan lainnya demi memenuhi kebutuhan pengungsi,” kata Usman.
Usman Hamid dan MRP pun menyinggung prinsip-prinsip tentang pengungsi internal dari Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR). Di mana, pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada semua pengungsi internal yang berada dalam wilayahnya.
Selain itu, pengungsi internal yang tidak atau sudah berhenti berpartisipasi dalam pertempuran juga tidak boleh diserang dalam situasi apa pun. Tak hanya pengungsi, Usman dan MRP juga meminta Mahfud memastikan dialog damai yang sebelumnya sudah diinisasi oleh Dewan Gereja Papua (DGP) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terus berjalan untuk memastikan keamanan dan perlindungan HAM warga sipil di Papua.
Menurut Usman, Mahfud menerima dengan baik masukan dari MRP maupun Amnesty Internasional dan akan menindaklanjutinya. Mahfud, kata dia, menyampaikan bahwa konstitusi Indonesia memang memberi perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat.
"Perihal pengungsi, kami telah berusaha tangani. Tapi kami masih memerlukan masukan data-data yang akurat tentang keberadaan mereka dan apa kebutuhannya,” kata Mahfud, seperti yang tertulis dalam keterangan Amnesty.
Dalam pertemuan dengan Mahfud Md itu, MRP juga menyerahkan himpunan 12 keputusan kultural dari majelis. Dari jumlah tersebut, keputusan yang paling mendesak adalah penghentian kekerasan dan diskriminasi oleh aparat penegak hukum terhadap orang asli Papua.
Lalu, keputusan tentang perlindungan perempuan dan anak di wilayah konflik seperti Intan Jaya, Puncak, dan Nduga, Provinsi Papua. “Keputusan-keputusan ini penting untuk memberikan perlindungan dan afirmasi terhadap masyarakat orang asli Papua," kata Ketua MRP Timotius Murib.
Himpunan 12 keputusan ini juga sudah diserahkan MRP ke Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam pertemuan, di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Agustus 2022. Di antara keputusan lainnya yaitu larangan jual beli tanah ulayat, hingga perlunya penghormatan hak-hak politik perempuan asli Papua.
"Keputusan MRP melarang jual beli tanah ulayat dan moratorium sumber daya alam selaras dengan penelitian Amnesty tentang tambang emas di Papua. Kita harus hentikan kekerasan dan pelanggaran HAM terkait pro dan kontra atas DOB maupun konflik sumber daya alam,” kata Usman yang juga ikut dalam pertemuan itu.