TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta sekolah tak bermain tafsir sendiri terhadap peraturan yang dibuat pemerintah, khususnya soal seragam sekolah. Ini diungkapkan Sultan agar kasus dugaan pemaksaan jilbab yang terjadi di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul tak berulang kembali.
"Aturan kan sudah ada, ya aturan yang sudah ada itu jangan dilanggar menurut penafsirannya sendiri, sudah jelas kok aturannya," kata Sultan HB X, Jumat, 5 Agustus 2022.
Aturan yang dimaksud Sultan merujuk Permendikbud nomor 45 tahun 2014 tentang seragam sekolah. Dalam beleid itu sudah ditegaskan tidak boleh ada pemaksaan penggunan atribut agama tertentu di sekolah negeri. Sultan menduga penafsiran soal peraturan itu oleh sekolah dilatari kepentingan tertentu sehingga penerjemahannya diseragamkan untuk seluruh siswa.
"Ya adanya penyeragaman aturan seragam itu karena kepentingannya (sekolah) sendiri saja, sehingga mereka melakukan hal-hal yang tidak pas dan melanggar aturan," kata Sultan.
Sultan mengingatkan, meskipun alasan penggunaan jilbab bagi siswi muslim itu di satu sisi hal yang positif, namun tidak boleh disertai unsur paksaan dan tekanan dari pihak lainnnya. "Alasannya mungkin nasihat, tidak memaksa, tapi semua kan boleh beralasan," kata Sultan.
Sultan sendiri telah menonaktifkan sementara kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan Bantul yang diduga terlibat dugaan pemaksaan jilbab itu per hari ini.
Dia menegaskan pemerintah tak segan memberikan sanksi berat bila ada sekolah sekolah negeri yang terbukti melanggar aturan soal seragam sekolah. "Tapi perlu dilihat juga kebenarannya, jangan sampai karena prasangka," kata Sultan.
Adapun Kepala Ombudsman Republik Indonesia DIY Budhi Masturi mengatakan dari pemeriksaan maraton ke pihak SMAN 1 Banguntapan Bantul, mulai kepala sekolah, guru bimbingan konseling, guru agama juga wali kelas, ditemukan sejumlah indikasi. Indikasi itu terutama ketidaksesuaian aturan seragam sekolah yang diterapkan pihak SMAN 1 Banguntapan Bantul dan Permendikbud 45 tahun 2014.
Dari tata tertib atau panduan sekolah yang didapat ORI tertera bahwa seluruh aturan seragam sekolah itu disertai dengan atribut keagamaan berupa jilbab untuk siswi perempuan. "Ketiga jenis seragam yang tertera dalam panduan itu seragam OSIS, batik dan pramuka, semua seragam itu untuk siswi berupa atribut jilbab dan rok serta baju lengan panjang," kata Budhi.
Meskipun tidak ada kata wajib, hanya saja dalam panduan yang dibuat sekolah itu tak memberi pilihan lain pada siswi muslim tak menggunakan jilbab. "Pilihannya tak memakai jilbab hanya untuk siswi nonmuslim, jadi memang tak ada pilihan bagi siswi muslim tak berjilbab," kata dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.