TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia meminta pemerintah, mendengar permintaan Majelis Rakyat Papua (MRP) soal pelarangan jual-beli tanah ulayat di Papua serta moratorium terhadap eksploitasi sumber daya alam di Papua.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan hak masyarakat adat atas tanah ulayat diakui dan dilindungi dalam konstitusi, khususnya Pasal 18B UUD 1945. Ketentuan hak ulayat juga dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
"Keputusan MRP terkait tanah ulayat dan eksploitasi sumber daya alam di Papua harus didengarkan dan dipertimbangkan secara seksama oleh pemerintah pusat," ucap Usman melalui siaran pers, Kamis, 4 Agustus 2022.
Hari ini, Amnesty International Indonesia juga sebetulnya telah mendampingi Ketua MRP Timotius Murib, Wakil Ketua MRP Yoel Mulait, serta Koordinator Tim Kerja Otsus MRP Benny Sweny untuk menyerahkan 12 keputusan kultural MRP sepanjang 2021-2022 kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
"Di antaranya, keputusan untuk melarang jual-beli tanah ulayat di Papua serta moratorium terhadap eksploitasi sumber daya alam di Papua," ujar dia.
Sebetulnya, Hamid berpendapat, pemerintah pusat juga memiliki tiga kewajiban sebelum melakukan penambangan maupun eksploitasi sumber daya lainnya di Papua.
Kewajiban itu di antaranya menginformasikan masyarakat adat tentang rencana penambangan atau eksploitasi, mengkonsultasikan dan meminta pendapat dari masyarakat adat, dan mendapatkan persetujuan di awal dan tanpa paksaan.
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto telah menerima dengan baik keputusan MRP serta masukan dari Amnesty ini. Dia mengatakan telah puluhan tahun berdinas di Papua saat masih menjadi anggota TNI sehingga mengerti pentingnya tanah bagi masyarakat di Papua.
“Kami berterimakasih kepada MRP yang telah datang untuk menyerahkan keputusannya dan tentunya akan menjadi saran dan masukan yang akan dipertimbangkan baik-baik oleh ATR/BPN,” kata Hadi dalam pertemuan tersebut.
Amnesty berharap bahwa keputusan MRP sebagai representasi kultural masyarakat adat di Papua didengar dan dihormati oleh pemerintah pusat dan hak masyarakat adat untuk memiliki dan mengelola tanahnya dilindungi.
Hak-hak masyarakat adat sudah diakui dalam hukum HAM internasional maupun hukum nasional. Dalam Pasal 27 Kovenan Internasional untuk Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), diatur bagaimana kelompok minoritas berhak menikmati, mempraktikkan, dan menggunakan hal-hal yang berkaitan dengan budaya mereka.
Dalam Komentar Umum Komite Hak Asasi Manusia No. 23 Tahun 1994 disebutkan juga bahwa perlindungan budaya di bawah Pasal 27 ICCPR turut mencakup perlindungan cara hidup tertentu yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya tanah, terutama bagi masyarakat adat.
"Hak masyarakat adat juga dijamin dalam Rekomendasi Umum Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial No. XXIII (51) tentang Masyarakat Adat," kata Usman.