Jika ditunjuk dari luar Papua, Yoel menilai langkah itu dapat semakin mengurangi rasa kepemilikan orang asli Papua atas kebijakan DOB yang masih menuai pro dan kontra hingga kini.
"Kami di bawah ini merasakan langsung gejolak masyarakat di level bawah. Mohon perhatian serius pemerintah pusat,” kata Yoel.
Sementara, Ketua MRP Timotius Murib menegaskan, pihaknya masih menanti putusan Mahkamah Konstitusi MK terkait uji materi UU Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. “Kami tentu masih menanti dan berharap MK mengabulkan permohonan kami. Setidaknya sebagian dari permohonan kami," kata dia,
Tetapi, Ia juga sadar bahwa terus berjalannya kebijakan pembentukan DOB membuat MRP harus mengambil langkah proaktif. "Yang terpenting itu hak-hak orang asli Papua terpenuhi dan mendapat afirmasi,” kata Timotius.
Menanggapi saran MRP, Tito berjanji akan mempertimbangkan usul tersebut dalam kebijakan Pemerintah pusat. Saat ini, menurut Tito, Kemendagri juga menerima masukan sebagian tokoh di Papua yang justru berharap agar pelaksana gubernur DOB berasal dari non-orang asli Papua.
“Mereka berpendapat, penunjukkan non-OAP sebagai pelaksana gubernur DOB dinilai akan bersikap netral terutama terhadap kemungkinan adanya persaingan antarsesama OAP dalam Pemilu 2024,” kata Tito, seperti yang disampaikan Koordinator Tim Kerja Otsus MRP Benny Sweny.
Baca juga: DOB Papua Baru Disahkan, Konflik Perebutan Ibu Kota Sudah Terjadi