TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Rakyat Papua (MRP) yang selama ini menolak pemekaran wilayah alias Daerah Otonomi Baru atau DOB Papua, bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dalam pertemuan MRP menyerahkan 12 keputusan kultural majelis untuk tahun 2021-2022 kepada Tito.
Keputusan tersebut meliputi larangan jual beli tanah ulayat, hingga perlunya penghormatan hak-hak politik perempuan asli Papua. Keputusan MRP ini dinilai sangat penting untuk mendorong penghormatan terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat orang asli Papua.
"Keputusan MRP melarang jual beli tanah ulayat dan moratorium sumber daya alam selaras dengan penelitian Amnesty tentang tambang emas di Papua," kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid yang ikut dalam pertemuan, di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Agustus 2022.
"Kita harus hentikan kekerasan dan pelanggaran HAM terkait pro dan kontra atas DOB maupun konflik sumber daya alam,” kata dia.
Sebelumnya, DPR sudah mengesahkan RUU DOB Papua yang mengatur pembentukan 3 provinsi baru. Mulai dari Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan. Lalu pada 25 Juli, Jokowi resmi meneken 3 UU yang mengatur pembentukan ketiga provinsi baru ini.
Meski menolak DOB Papua, MRP tetap memberikan masukan kepada pemerintah pusat. Mereka meminta pemerintah menyiapkan langkah antisipasi terhadap potensi gejolak di Papua jika tetap ingin merealisasikan DOB Papua.
Mulai dari pro dan kontra pilihan wilayah yang akan dijadikan ibukota provinsi hingga pro dan kontra terkait siapa pejabat yang akan menjadi gubernur sementara ketiga DOB tersebut. Jika Pemerintah ingin menunjuk Penjabat Gubernur Sementara, MRP meminta sebaiknya sosok tersebut merupakan orang asli Papua.
Orang Asli Papua Jadi Penjabat Gubernur
Wakil Ketua I MRP Yoel Luis Mulait berharap Tito menunjuk orang asli Papua sebagai Penjabat Gubernur Sementara agar tetap sesuai dengan semangat otonomi khusus. Termasuk, sesuai dengan kebijakan afirmatif negara terhadap hak-hak orang asli Papua.