TEMPO.CO, Jakarta - Kasus siswi SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta yang dipaksa pakai jilbab sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Yogyakarta.
Kini, siswi yang menolak pemaksaan pemakaian jilbab itu menjalani pendampingan psikologis secara intensif karena depresi.
Atlet sepatu roda itu bersiap pindah ke sekolah lain supaya bisa melanjutkan pendidikan. Perpindahan itu muncul dari usulan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan pendamping. “Pindah supaya kesehatan mentalnya kondusif,” ujar pendamping siswa, Yuliani Putri Sunardi pada Selasa, 2 Agustus 2022.
Di rumahnya di Kota Yogyakarta, siswi yang menolak pemaksaan jilbab sempat mengurung diri di kamar dan tidak mau makan. Dia juga menolak untuk bersekolah di SMAN 1 Banguntapan Bantul karena trauma. “Dia sempat tidak mau berkomunikasi dengan orang tua dan siapa pun,” ujar anggota Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta itu.
Yuliani bersama seorang anggota KPAI harus berjibaku untuk mendekati siswi tersebut agar lebih tenang. Butuh tiga hari setelah peristiwa pemaksaan pemakaian jilbab itu untuk bisa berkomunikasi dengan sang siswi.
Yuliani menjelaskan dia bersama seorang anggota KPAI datang ke rumah siswi itu pada 26 dan 27 Juli. Tapi, remaja putri itu menolak menemui mereka dan mengunci pintu kamarnya. Yuliani dan anggota KPAI itu kemudian berinisiatif menulis surat untuk mencoba berkomunikasi.
Surat itu berisi dukungan agar dia tidak takut dan mendapat perlindungan KPAI. Yuliani juga menyertakan nomor teleponnya. “Surat kami taruh di pintu kamar siswi,” kata Yuliani.
Sehari setelahnya, siswi itu berkirim pesan kepada Yuliani yang menyatakan ingin pindah sekolah. Yuliani menawarkan beberapa pilihan sekolah di Kota Yogyakarta.
Siswi tersebut mengalami tekanan karena guru bimbingan konseling dan wali kelas memaksanya memakai jilbab di ruangan guru BK pada Selasa pagi, 26 Juli 2022. Guru BK tersebut memakaikan jilbab ke siswi tersebut.
Dampaknya, siswi tersebut terguncang hingga mengurung diri dan menangis di toilet selama satu jam. Guru kemudian mengetuk pintu toilet dan membawa siswi itu dalam kondisi lemas ke ruang Unit Kesehatan Sekolah.
Ayah siswi tersebut kemudian bercerita kepada Yuliani Putri Sunardi yang juga anggota Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta. Di hari yang sama, Yuliani melaporkan kejadian itu ke Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY, Budhi Masthuri. Budhi menerjunkan timnya ke sekolah untuk mengecek laporan itu. Sekolah menyatakan ada siswi yang mengurung diri di toilet.
Terjadi Perundungan
Menurut Yuliani, perundungan terjadi terhadap siswa beragama Islam tersebut sejak 19 Juli sebelum guru BK memaksanya mengenakan jilbab. Sejumlah guru di sekolah itu menegur siswa itu, lalu guru BK dan wali kelas mengundangnya datang ke ruangan melalui pesan WhatsApp.