TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar 14 isu krusial dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP dibahas lagi secara masif di masyarakat.
Menteri Koordinator Politik Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan, pemerintah sepakat bahwa penyelenggara acara diskusi itu adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Kami sudah bersepakat nanti EO (event organizer) atau penyelenggara diskusi-diskusi fasilitas ini akan dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Bapak Johnny G. Plate," kata Mahfud dalam keterangan pers seperti dipantau dari kanal YouTube Sekretariat Presiden di Jakarta, Selasa, 2 Agustus 2022.
Mahfud menjelaskan materi pembahasan diskusi tersebut akan disiapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). RUU KUHP, yang mencakup lebih dari 700 pasal, masih menyisakan 14 isu krusial yang perlu diperjelas.
Oleh karena itu, Jokowi memerintahkan Mahfud MD untuk memastikan lagi masyarakat mengerti terhadap isu-isu yang masih diperdebatkan itu.
"Sehingga, kami diminta Bapak Presiden untuk mendiskusikan lagi secara masif dengan masyarakat untuk memberi pengertian dan meminta pendapat serta usul dari masyarakat," kata Mahfud.
Diskusi terhadap 14 isu krusial tersebut dilakukan secara terbuka melalui dua jalur, yaitu pembahasan di DPR dan diskusi masyarakat yang difasilitasi oleh Kemkominfo.
Empat belas isu kontroversial yang mendapat reaksi kritik dari kelompok masyarakat sipil dan akademisi itu adalah hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law), pidana mati, penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin, unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih, dan contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan.
Selanjutnya ialah advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur (diusulkan untuk dihapus), penodaan agama, penganiayaan hewan, penggelandangan, pengguguran kehamilan atau aborsi, perzinaan, dan kohabitasi dan pemerkosaan.