TEMPO.CO, Medan -Sepak terjang jurnalis Tuan MH Manullang melawan penjajah membuatnya dinilai layak untuk memperoleh penghargaan Pahlawan Nasional.
Hal itu disampaikan Prof Dr Asvi Warman Adam, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada seminar “Tuan Manullang Pahlawan Indonesia dari Tanah Batak” yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Unimed) kemarin, Sabtu, 16 Juli 2022.
“Perjuangan panjang MH Manullang, sudah diapresiasi pemerintah, dengan tiga kali mendapat penghargaan Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu tahun-tahun 1948, 1958 dan 1967. Maka kita sebagai bangsa yang menghargai jasa pahlawan, sudah selayaknya memberi gelar pahlawan nasional kepada Tuan MH,” tuturnya.
Tiga kali memperoleh penghargaan Perintis Kemerdekaan RI, Tuan MH adalah orang yang memprakarsai berdirinya sejumlah surat kabar untuk membangkitkan perlawanan terhadap Belanda.
Melalui surat kabarnya, Tuan MH dengan gigih melawan ekspansi agraria Hindia Belanda. Melalui surat kabar Soara Batak, Tuan MH membangkitkan kesadaran dengan semboyan: Oela Tanom Oelang Digomak Oelanda yang memiliki arti Olah Tanahmu Supaya Jangan Diambil Belanda.
“Kalau Tuan MH Manullang tidak menentang ekspansi agraria, Tanah Batak (Tapanuli) sudah menjadi areal perkebunan sawit seperti Sumatra Timur. Jadi Tuan MH berjasa bagi masyarakat Tapanuli atau Tanah Batak, berjasa bagi bangsa dengan menumbuhkan bibit-bibit nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajah,” ujar Ichwan Azhari MS, dosen Sejarah Unimed dalam kesempatan yang sama.
Mangaradja Hezekiel (MH) Manullang lahir di Tarutung tanggal 20 Desember 1887. Ia merupakan pendiri lima surat kabar legendaris di Sumatra Utara pada masa Hindia Belanda, yakni Binsar Sinondang Batak (1905-1907), Soara Batak (1919-1922), Persamaan (1924), Pertjatoeran (1926), dan Persatoean (1929).
Kelima surat kabar ini menentang keras “ekspansi agraria (perampasan tanah) rakyat” untuk dijadikan perkebunan oleh Belanda.
Menurut Ichwan, gagasan itulah yang membuat membuat Soara Batak dibredel Belanda. Ditambah lagi, Tuan MH menentang keras kerja rodi dan pajak yang tinggi. Hal itu juga yang membuat Tuan MH dijebloskan ke Penjara Cipinang di Batavia.
Usai bebas dari Penjara Cipinang pada 1923, 17 Februari 1924 ia menyelenggarakan Kongres Persatuan Tapanuli – dengan peserta: Sarekat Islam Tapanuli, Hatopan Kristen Batak, Komite Persatuan Sumatra dan banyak organisasi lagi. Di sini, dia sadar bahwa semua elemen bangsa harus berjuang bersama.
Pada 1924, ia menerbitkan surat kabar Persamaan di Sibolga yang berbahasa Melayu. Setelah memiliki perusahaan percetakan Kemajuan Bangsa, memasuki 1926 ia menerbitkan surat kabar Pertjatoeran.
Mendirikan Banyak Sekolah dan Tiga Kali Dipenjara
Setelah koran pertamanya, yakni Binsar Sinondang Batak dibredel Belanda pada 1907, Tuan MH melanjutkan pendidikannya ke Methodist Senior Cambridge School di Singapura. Pada 1910, ia kembali ke tanah air, mendirikan sekolah di 7 tempat di Jawa Barat. Tuan MH menurunkan uang sekolah untuk pribumi dari 2,5 Gulden menjadi hanya 25 sen.
Pada masa-masa mengelola sekolah itulah Tuan MH...