TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia meminta Kementerian Hukum dan HAM, serta DPR akan mengikuti arahan Presiden Joko Widodo perihal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Jokowi mengatakan proses pembahasan dan pengesahan RKUHP tidak boleh buru-buru.
“Presiden Jokowi sendiri sudah mengatakan bahwa pembahasan dan pengesahan RKUHP tidak boleh tergesa-gesa dan harus membuka ruang aspirasi publik,” kata Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena lewat keterangan tertulis, Jumat, 15 Juli 2022.
Wirya juga mendesak DPR dan Kemenkumham untuk mendengarkan desakan masyarakat sipil terkait RKUHP. Dia mengatakan pemerintah dan DPR juga harus membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan kritik atas draf RKUHP.
Terlebih, kata dia, draf tersebut masih memuat banyak pasal bermasalah dan banyak terdapat perubahan dari draf tahun 2019.
Dia sepakat bahwa pembaruan KUHP memang dibutuhkan. Mengingat KUHP yang saat ini berlaku belum menjamin perlindungan hak asasi manusia. Namun, kata dia, RKUHP yang baru juga tidak boleh memunculkan masalah yang sama.
“RKUHP masih mengandung pasal-pasal baru yang justru menambah potensi pelanggaran HAM, maka upaya tersebut akan sia-sia,” kata dia.
Sebelumnya, Jokowi dikabarkan sempat mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di Istana Merdeka, pada 13 Juli 2022. Menurut berita salah satu media, Jokowi sempat ditanya tentang kekhawatiran masyarakat sipil soal RKUHP.
Jokowi menjawab akan mengatakan kepada Menkumham Yasonna Laoly supaya prosesnya tidak tergesa-gesa dan mendengarkan aspirasi publik.
Baca: Anggota Komisi III DPR Setuju 14 Isu Krusial di RKUHP Dibahas Ulang Secara Terbuka