TEMPO.CO, Jakarta - Keberadaan ajudan selama ini sangat dibutuhkan para pejabat, pengusaha, dan tokoh-tokoh penting. Namun, bolehkan ajudan diambil dari prajurit TNI dan dipergunakan untuk instansi lain?
Hal ini mengingatkan pada kejadian akhir tahun lalu ketika anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Hillary Brigitta, mengajukan permohonan kepada TNI untuk mengirimkan ajudan kepadanya sebagai bentuk perlindungan diri.
Hillary mengajukan karena ia berpikir bahwa prajurit atau anggota TNI memiliki kesiapan fisik dan mental yang cukup baik apabila harus berhadapan dengan beberapa kejahatan di lapangan. Tetapi, bolehkah prajurit TNI menjadi ajudan bagi instansi lain, seperti DPR?
Merujuk Pasal 2 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2014, prajurit TNI mempunyai kemampuan di bidang keahlian atau kompetensi khusus yang akan melaksanakan penugasan atau praktik di luar institusi Kemhan dan TNI berdasarkan kebutuhan dan permintaan dari instansi pemerintah, instansi nonpemerintah, dan/atau mandiri.
Pasal tersebut menunjukkan bahwa prajurit TNI dimungkinkan untuk melaksanakan tugas di luar instansi Kemhan dan TNI asal berdasarkan permintaan instansi terkait.
Baca Juga:
Tetapi, Pasal 3 Ayat (1) menjelaskan bahwa TNI yang dimaksud pada Pasal 2 terdiri dari TNI yang memiliki sertifikasi sebagai tenaga profesi penerbangan, pelayaran, pendidik, medis, paramedis, kefarmasian, dan psikolog.
Berdasar pasal tersebut, prajurit TNI tidak dapat dijadikan ajudan bagi instansi atau anggota instansi lain. Secara legal, perihal ajudan dari unsur TNI hanya diperuntukkan bagi presiden dan wakil presiden berdasarkan Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 12 Tahun 2016.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga: 3 Risiko jika Pemimpin Negara Tidak Memiliki Ajudan