TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana mengklaim pihaknya menemukan data aliran uang dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada seseorang yang diduga terafiliasi kelompok teroris Al-Qaeda. Ivan menjelaskan, sosok tersebut pernah ditangkap oleh pemerintah Turki bersama 19 orang lainnya karena diduga terafiliasi dengan Al-Qaeda.
"Beberapa nama PPATK kaji berdasarkan kajian dan database yang PPATK miliki. Ada yang terkait dengan pihak yang, ini masih diduga ya, bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait Al Qaeda," ujar Ivan di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Juli 2022.
Meski begitu, Ivan mengatakan pihaknya masih mengkaji lebih lanjut soal dugaan transfer dana ke kelompok teroris tersebut. Ia juga tak merinci soal jumlah dana yang ditransfer ke sosok itu.
Lebih lanjut, Ivan menerangkan pihaknya juga menemukan adanya 17 kali transfer dana dari rekening pengurus ACT ke negara-negara yang berisiko tinggi seperti Turki, Bosnia, Albania, dan India. Belasan transferan itu dilakukan selama dua tahun terakhir dengan total nominal mencapai Rp1,7 miliar dengan sekali transfer berkisar Rp10 - 52 juta.
"Jadi beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus. Kemudian ada juga salah satu karyawan yang melakukan selama periode dua tahun melakukan transaksi ke pengiriman dana ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme," kata Ivan.
Ia mengatakan hasil temuan ini sudah diserahkan ke pihak berwajib untuk diusut lebih lanjut. Walau ada berbagai indikasi, Ivan tak berani memastikan ACT melakukan transfer dana ke kelompok teroris.
Lembaga filantropi ACT tengah menjadi sorotan setelah dugaan penyelewengan dana masyarakat terkuak ke publik. Dalam laporan Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022 berjudul Kantong Bocor Dana Umat, Tempo menyajikan pelbagai tulisan hingga informasi terkait jumlah dana yang dikumpulkan ACT, pengelolaannya hingga kebocoran di sana.
Dana ratusan miliar tersebut digunakan untuk berbagai program. Mulai dari membantu korban bencana alam hingga pembangunan sekolah atau pun tempat ibadah. Akan tetapi pengelolaan dana ratusan miliar tersebut juga diduga bermasalah.
Keuangan perusahaan limbung sejak akhir tahun lalu, terkuak dari pemotongan gaji karyawan hingga macetnya sejumlah program. Dana umat diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan memenuhi gaya hidup mewah para petingginya. ACT membantah adanya dugaan penyelewengan dana tersebut.
Pimpinan ACT mengklaim sejumlah program macet dan pemotongan gaji karyawan terjadi karena dampak pandemi yang menyebabkan berkurangnya donatur. Polisi bekerjasama dengan PPATK kini masih menyelidiki dugaan penyelewengan dana tersebut.
Baca juga: Kementerian Sosial Cabut Izin ACT, Ada Indikasi Pelanggaran
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.