TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan 60 rekening milik lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan yayasan turunannya yang tersebar di 33 penyedia jasa keuangan. Pembekuan rekening ini karena PPATK menemukan dugaan penyalahgunaan dana hasil sumbangan masyarakat di lembaga tersebut.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, salah satu bentuk dugaan penyelewengan itu berupa pengelolaan dana hasil sumbangan masyarakat untuk bisnis ACT dan lembaga di bawahnya.
"Jadi kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis, sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya," kata Ivan di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Juli 2022.
Ivan menerangkan, salah satu temuan PPATK itu seperti transferan senilai Rp30 miliar dari ACT kepada anak usaha lembaga filantropi tersebut. Dari hasil pemutaran uang itu, Ivan menyebut ACT meraup keuntungan.
Ivan menjelaskan, temuan ini merupakan hasil analisa yang dilakukan PPATK terhadap ACT sejak tahun tahun 2018. Ia memastikan pembekuan 60 rekening ini karena telah melanggar Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2017 tentang pengumpulan dan penyaluran dana publik untuk pemberian bantuan.
"Peraturan telah jelas mengatur setiap lembaga atau organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk melakukan prinsip-prinsip kehati-hatian dan harus dikelola secara akuntabel," ujar Ivan.
Lembaga filantropi ACT tengah menjadi sorotan setelah dugaan penyelewengan dana masyarakat terkuak ke publik. Dalam laporan Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022 berjudul Kantong Bocor Dana Umat, Tempo menyajikan pelbagai tulisan hingga informasi terkait jumlah dana yang dikumpulkan ACT, pengelolaannya hingga kebocoran di sana.
Dana ratusan miliar tersebut digunakan untuk berbagai program. Mulai dari membantu korban bencana alam hingga pembangunan sekolah atau pun tempat ibadah. Akan tetapi pengelolaan dana ratusan miliar tersebut juga diduga bermasalah.
Keuangan perusahaan limbung sejak akhir tahun lalu, terkuak dari pemotongan gaji karyawan hingga macetnya sejumlah program. Dana umat diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan memenuhi gaya hidup mewah para petingginya. ACT membantah adanya dugaan penyelewengan dana tersebut.
Pimpinan ACT mengklaim sejumlah program macet dan pemotongan gaji karyawan terjadi karena dampak pandemi yang menyebabkan berkurangnya donatur. Polisi bekerjasama dengan PPATK kini masih menyelidiki dugaan penyelewengan dana umat tersebut.
M JULNIS FIRMANSYAH
Baca: Bareskrim Kumpulkan Data Usut Dugaan Penyelewengan Dana Umat oleh ACT