TEMPO.CO, Banda Aceh - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melantik Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh untuk mengisi kekosongan kepala pemerintahan di Aceh.
"Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban saya sebagai Penjabat Gubernur Aceh dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya," kata Achmad Marzuki saat mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna DPR Aceh di Banda Aceh, Rabu 6 Juli 2022.
Dalam sumpah jabatannya, Achmad Marzuki bersedia memegang teguh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala UU serta peraturan dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa. Usai prosesi pengucapan sumpah oleh Mendagri, dilaksanakan serah terima jabatan dari Gubernur Aceh sebelumnya Nova Iriansyah kepada Pj. Gubernur Aceh Achmad Marzuki.
Mendagri Tito mengatakan pengisian kekosongan jabatan tersebut sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur/Bupati/Wali Kota, Presiden menunjuk penjabat gubernur untuk masa waktu selama 1 tahun. Penetapan Achmad Marzuki, kata Tito, setelah mendapatkan masukan dari sejumlah pihak, baik DPRA hingga kementerian lembaga terhadap beberapa calon. Setelah itu, hasilnya diserahkan kepada Presiden dan dilaksanakan sidang tim penilai akhir.
Pada sidang tim penilai yang dipimpin Presiden tersebut akhirnya menugaskan Mayjen TNI Purn. Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh. "Menindaklanjuti keputusan tersebut maka hari ini dilaksanakan pelantikan sumpah jabatan Pj. Gubernur Aceh," kata Tito Karnavian.
Sebagai bentuk keistimewaan dan kekhususan Aceh, lanjut Tito, pihaknya memilih pelantikan Pj. Gubernur Aceh di Banda Aceh sebagai Ibu Kota Provinsi Aceh di hadapan Sidang Paripurna DPRA mulai depan Mahkamah Syar'iyah Aceh.
KontraS kritik penunjukan penjabat kepala daerah dari militer
Penunjukkan Marzuki dikritik KontraS, KontraS Aceh, LBH Banda Aceh, Katahati Institute, Perludem, dan ICW. Mereka menilai pengangkatan Achmad Marzuki menunjukkan bahwa latar belakang militer masih dijadikan pertimbangan untuk mengisi jabatan sipil. Hal ini merupakan langkah yang tidak tepat sebab tidak berdasarkan pada prinsip merit sistem yang menghendaki penempatan posisi pada jabatan publik yang harus diisi berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerjanya.
"Penunjukan ini juga berlawanan dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian di kantornya yakni pada bulan lalu yang menyatakan bahwa tidak akan menunjuk TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah. Penunjukan lagi-lagi juga tidak mengindahkan Perintah MK untuk mendasarkan penunjukan pada aturan pelaksana soal penunjukan PJ Kepala Daerah," dalam keterangan yang disampaikan KontraS.
KontraS melihat bahwa Kemendagri masih melakukan tindakan tidak patuh administratif dalam hal penunjukan penjabat kepala daerah. Mereka mendesak agar Kemendagri mencabut penunjukan penjabat Kepala Daerah Provinsi Aceh (Gubernur Aceh). "Kami mendorong Kemendagri dalam menempatkan Penjabat Kepala Daerah harus secara transparan dan akuntabel, serta tidak lagi menempatkan Penjabat Kepala Daerah dengan latar belakang TNI-Polri," dalam keterangannya.
Baca: Kemendagri Pastikan Pj Gubernur Aceh Sudah Sesuai Prosedural