TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, keributan antarkelompok sudah pernah terjadi di kawasan Babarsari, Kecamatan Depok, Sleman pernah terjadi empat tahun silam.
Kala itu, Sultan HB X mengatakan, dia sudah menemui kelompok itu dan mengajak berdialog.
"Empat tahun lalu juga sering berkelahi, saya datangi juga, saya bertemu dengan mereka," kata Ngarsa Dalem, sapaan Sultan.
Menurutnya, banyak warga dari luar daerah yang tinggal di Babarsari, Sleman lantaran di kawasan itu berdiri sejumlah perguruan tinggi.
Bagi Sultan, aksi kekerasan seperti yang terjadi di Babarsari pada Senin, 4 Juli 2022 itu tidak mencerminkan kultur masyarakat di Yogyakarta.
Karena itu, Raja Keraton Yogyakarta ini berharap kelompok warga dari luar daerah yang tinggal di Yogyakarta dapat menyesuaikan sikap dengan kultur masyarakat setempat.
Sultan menegaskan bahwa setiap kesalahpahaman sejatinya bisa diselesaikan dengan berdialog, bukan dengan kekerasan fisik.
"Di Yogyakarta bukan model kekerasan yang dilakukan. Harus menyesuaikan di mana dia tinggal. Kita masyarakat yang menghargai orang lain sehingga bisa rukun. Saya berharap mereka bisa begitu," kata dia.
Meski demikian, kata Sultan, siapa pun warga dari luar daerah yang tinggal di Yogyakarta sudah menjadi bagian dari warganya sehingga untuk mengurai persoalan tersebut tidak perlu sampai melibatkan kepala daerah masing-masing.
"Dia tinggal di Yogyakarta, itu berarti bagian dari orang Yogyakarta. Saya tidak mau membeda-bedakan. Tapi kalau melakukan tindakan pidana yang tidak semestinya dan itu melanggar hukum, tegakkan hukum, itu saja," kata dia.
Sultan HB X meminta polisi bertindak tegas kepada semua pelaku yang terlibat kasus kerusuhan di kawasan Babarsari, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, pada Senin, 4 Juli 2022 itu.
"Tindak saja bagi mereka yang melanggar pidana. Tegakkan hukum karena sudah terjadi pelanggaran," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa.
Ia meminta aparat kepolisian menuntaskan secara tegas dan adil, tanpa banyak pertimbangan sehingga kasus serupa tidak berulang di kemudian hari.
"Enggak usah punya pertimbangan lain, melanggar hukum sudah lakukan (penindakan) karena dengan dilakukan itu, maka yang lain tidak akan main-main. Masak sampai ada korban dan sebagainya tidak kita tindak, yang 'klitih' (kejahatan jalanan) saja kita tindak kok. Jadi kita harus adil untuk menegakkan hukum jangan pilih-pilih," kata dia.
Sebelumnya diketahui terjadi kerusuhan di kawasan Babarsari. Akibatnya sejumlah ruko dan sepeda motor mengalami kerusakan.
Polda DIY menduga kerusuhan tersebut merupakan buntut dari keributan antarkelompok yang terjadi di sebuah tempat karaoke di Babarsari.
Baca juga: Sosiolog UGM: Kerusuhan Babarsari Cermin Yogyakarta Istimewa Tapi Regulasi Tak Istimewa