TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan membenarkan bahwa mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming telah mengajukan praperadilan terkait dengan penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Humas PN Jaksel, Haruno, menyatakan bahwa sidang tersebut akan mulai digelar pada Selasa, 12 Juli 2022.
"Betul, kalau praperadilan, sidang terbuka," kata Haruno kepada Tempo, Selasa, 5 Juli 2022.
Haruno menyatakan bahwa berkas tersebut dimasukkan pihak Mardani dengan Kuasa Hukum Pemohon, di antaranya Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana. Saat ditanya apakah sidang digelar secara offline atau virtual, Haruno belum bisa memastikan.
"Kita belum tau," kata dia.
Status Mardani sebagai tersangka terungkap setelah KPK mengajukan pencekalan terhadap Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Selatan tersebut pada Juni lalu. Dalam surat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, KPK menyebut Mardani sebagai tersangka. Selain Mardani, KPK juga mencekal adiknya, Rois Munandar.
Mardani mengajukan praperadilan karena menilai penetapan tersangka itu tidak sah. Kuasa hukum Mardani Maming, Ahmad Irawan, menuding terdapat sejumlah keganjilan dalam penetapan tersangka terhadap kliennya oleh KPK. Dia mengatakan kejanggalan tak hanya dari sisi substansi kasus, tapi juga prosedur.
"Salah satunya soal pengumuman status tersangka,” kata Irawan lewat pesan teks, Sabtu, 25 Juni 2022.
Irawan mengatakan status tersangka terhadap Mardani justru pertama kali diketahui dari pihak Imigrasi. Imigrasi menyatakan ada permintaan pencegahan untuk Mardani dalam status tersangka. Padahal, kliennya saat itu belum menerima surat penetapan tersangka. "Publik lebih duluan tahu dibandingkan Pak Mardani,” tutur dia.
Selain itu, kata dia, jarak antara laporan dengan penerbitan surat perintah penyidikan juga sangat cepat. Mardani diperiksa dalam tahap penyelidikan pada 7 Juni 2022. Sementara kasus tersebut sudah naik ke tingkat penyidikan pada 16 Juni 2022.
Mardani H Maming tersangkut masalah peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) saat masih menjadi Bupati Tanah Bumbu. Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu diadukan oleh mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, ke KPK.
Dwidjono sudah divonis bersalah dalam kasus ini oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin. Kasus Dwidjono ini ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Dalam persidangan, Dwidjono mengungkap peran Mardani dalam peralihan IUP PT
Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada Maret 2011. Peralihan IUP tidak dibolehkan karena menabrak ketentuan pasal 93 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
Dwidjono mengaku diperintah oleh Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, untuk membantu peralihan IUP tersebut. Dia mengaku dikenalkan kepada Henry Seotio selaku Dirut PT PCN oleh Mardani di Jakarta pada awal 2011. Selain itu, Dwidjono berkata Bupati Mardani H Maming menandatangani lebih dahulu SK peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN, lalu paraf menyusul setelahnya.
Dalam laporannya ke KPK, pihak Dwidjono juga menuding adanya aliran dana dari PT PCN ke perusahaan yang berafiliasi dengan PT Batulicin 69, perusahaan milik keluarga Mardani. Laporan tersebut diperkuat dengan kesaksian adik Henry, Christian Soetio, dalam persidangan. Henry sendiri telah meninggal pada tahun lalu.
Christian yang menggantikan posisi Henry sebagai Dirut PT PCN menyatakan perusahaannya mentransfer uang dengan total Rp 89 miliar kepada perusahaan milik keluarga Mardani.
Pihak Mardani telah membantah masalah ini. Dia menyatakan bahwa SK peralihan IUP itu ditandatanganinya setelah mendapatkan rekomendasi dari Dwidjono. Dia juga menyatakan bahwa aliran dana itu terkait dengan kerjasama antara perusahaan yang dipimpin oleh adiknya, Rois Munandar dengan PT PCN. Bahkan, dia menuding PT PCN masih memiliki utang terhadap mereka.
Dalam pemeriksaan di tahap penyelidikan, Mardani H Maming, bahkan sempat mengaku menjadi pelapor. Pria yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu menyatakan melaporkan kasus terkait dengan pengusaha tambang asal Kalimantan Selatan, Andi Syamsudin Arsyad atau yang dikenal dengan Haji Isam.