TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar akan menjalani sidang etik pada hari ini, Selasa, 5 Juli 2022. Sejumlah pegiat anti korupsi meminta agar Dewan Pengawas (Dewas) KPK menggelar sidang tersebut secara terbuka.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan bahwa sidang terbuka akan memberikan publik kontrol untuk melakukan pengawasan secara langsung. Menurut dia, sidang tertutup seharusnya digelar hanya jika kasus terkait dengan masalah kesusilaan.
"Seharusnya seluruh persidangan etik itu dibuka oleh kecuali untuk hal hal yang terkait dengan kesusilaan. Itu sesi tertentu bisa dilakukan secara tertutup. Sedangkan kalau tak terkait kesusilaan, seharusnya dilakukan secara terbuka," kata Zaenur seperti dilansir Koran Tempo, Selasa, 5 Juli 2022.
Lili terjerat kasus dugaan gratifikasi saat menonton balapan MotoGP Mandalika pada Maret lalu. Dia dan keluarganya disebut menerima fasilitas tiket menonton balapan kuda besi itu plus akomodasi penginapan di Amber Lombok Beach Resort selama sepekan dari Pertamina. Total, Lili diduga menerima fasilitas dengan nilai sekitar Rp 90 juta dari perusahaan minyak negara tersebut.
Zaenur menilai Dewas KPK sebaiknya mencontoh sidang etik yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang biasanya melakukan sidang etik secara terbuka.
KPK juga pernah melakukan hal serupa pada 2013. Saat itu, mereka menggelar sidang terbuka atas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja. Hanya saja, saat itu sidang dilakukan oleh Komite Etik karena Dewas KPK belum terbentuk.
Yang menjadi masalah, menurut Zaenur, adalah Peraturan Dewas Nomor 3 tahun 2020. Peraturan itu dinilai membuat transparansi semakin hilang.
"Jadi Perdewas harus direvisi dan membuka sidang Dewas secara terbuka. Bisa dilakukan tertutup hanya di perkara tertentu pada sesi yang mengandung kesusilaan atau hal lain yang sensitif dan tak selayaknya dibuka untuk publik," kata Zaenur.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, yang menyebut Perdewas nomor 3 tahun 2020 ini juga menjadi akar masalah yang membuat transparansi sidang semakin hilang. Ia mengatakan tak ada urgensi mempertahankan aturan yang menutup pintu masyarakat melihat proses persidangan etik.
"Masyarakat tentu bertanya-tanya, sebab selama ini putusan Dewan Pengawas kerap kali tak memberikan efek jera bagi terlapor, dalam hal ini baik pimpinan KPK Firli Bahuri maupun putusan terhadap Lili sebelumnya," kata Kurnia.
Diketahui Ketua KPK Firli Bahuri telah pernah menjalani sidang etik sejak memimpin lembaga anti rasuah pada 2019 lalu. Saat itu kasus yang menjeratnya adalah dugaan gratifikasi penggunaan helikopter mewah yang dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Ia disanksi dengan teguran tertulis agar tak mengulangi perbuatannya.
Adapun Lili, sebelumnya sudah pernah menjalani sidang etik bersama Dewas KPK. saat itu, ia terjerat kasus dugaan berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial, yang saat itu menjadi calon tersangka kasus suap lelang jabatan di Tanjungbalai. Dewas memutus Lili bersalah dan melakukan pembohongan publik dalam konferensi pers terkait kasus itu. Ia dijerat dengan pelanggaran etik berat dengan sanksi pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Eks Ketua KPK, Abraham Samad, juga mendorong agar ke depan, sidang etik harus dijalankan secara terbuka. Ia mengatakan sidang tertutup hanya akan membuat sidang tak akuntabel untuk dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
"Kalau sidangnya terbuka, segala sesuatunya bisa terlihat dengan jelas, termasuk keterangan saksi-saksi bisa didengar langsung dan alat bukti bisa dilihat dengan jelas. Sehingga kasus ini bisa berjalan secara obyektif tidak ada yang ditutup-tutupi dan tidak ada yang diselamatkan," kata Abraham.
Salah satu anggota Dewas KPK, Harjono, mengatakan pihaknya tak ada tendensi apapun dalam menggelar sidang etik Lili Pintauli Siregar secara tertutup. Ia mengatakan Dewas hanya mengikuti aturan yang ada, yakni Perdewas nomor 3 tahun 2020.
"Itu di aturan dewas tentang persidangan memang begitu. Jadi kami ikuti aturan yang ada," kata Harjono.
Baca: Dewas KPK Gelar Sidang Etik Perdana Lili Pintauli Siregar Hari Ini