TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) menemukan fakta bahwa Sungai Siak di Riau tercemar bahan kimia klorin dan fosfat dan mikroplastik. Penelitian ini dilakukan ESN bersama dengan Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Riau dan Badan Teritori Telapak Riau pada 1 - 3 Juli 2022.
"Hasil pengukuran uji kualitas air menunjukkan bahwa kadar klorin bebas Sungai Siak telah melebihi baku mutu PP 22/2021, pada beberapa lokasi kadar phospat menunjukkan kadar diatas baku mutu yang cukup tinggi," ujar salah seorang Peneliti ESN, Prigi Arisandi dalam keterangannya, Ahad, 3 Juli 2022.
Prigi menjelaskan, sampel air yang diambil dan diteliti berasal dari enam lokasi dari hulu di Jembatan Siak II, Rumbai, hingga di Siak Hilir Tanjung Rhu, Kecamatan Lima puluh. Hasilnya, kadar klorin di Sungai Siak menunjukan angka 0,9-0,16 ppm dengan standar baju mutu maksimal 0,03 ppm. Sementara untuk fosfat, angkanya mencapai 2,5 ppm dengan standar baku mutu 1 ppm.
Prigi menjelaskan dampak pencemaran klorin dan fosfat dapat menganggu kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Selain itu, Prigi mengatakan klorin yang sering digunakan sebagai disinfektan dapat bereaksi dengan senyawa organik dalam limbah di dalam air dan menyebabkan karsinogen.
Adapun asal muasal klorin di Sungai Siak diduga berasal dari industri kertas, limbah rumah tangga berupa pemutih pakaian, desinfektan, dan dari bahan tambahan herbisida yang banyak digunakan dalam perkebunan sawit.
Prigi mengatakan bahan kimia klorin dapat masuk ke tubuh manusia melalui tiga jalur, yakni melalui jalur ingesti dan kontak kulit atau terlarut.
"Kontak langsung melalui kulit dengan klorin bersifat iritan, maka efek yang ditimbulkan yaitu iritasi kulit, mata, dan iritasi saluran pernapasan atas," kata Prigi.
Sementara untuk fosfat, Prigi menjelaskan bahan kimia ini diduga berasal dari dari limpasan pupuk pada pertanian, kotoran manusia, hewan, kadar sabun, pengolahan sayuran, serta industri pulp dan kertas di sekitar Sungai Siak. Penggunaan detergen dalam rumah tangga juga menjadi penyumbang kadar fosfat yang signifikan dalam perairan.
“Tingginya konsentrasi kadar fosfat di perairan yang telah melebihi baku mutu maka dapat dipastikan berakibat pada menurunnya kualitas perairan dan berdampak negatif pada kepunahan beragam jenis ikan yang ada di Siak” kata Prigi.
Selain klorin dan fosfat, mereka juga menemukan tumpukan sampah plastik di Sungai Siak. Sampah plastik itu berbahaya karena dapat menjadi mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh manusia.
"Hasil uji kandungan mikroplastik di Sungai Siak, menunjukkan bahwa jenis mikroplastik fiber atau benang-benang 73 persen, paling mendominasi dibandingkan jenis filament 19 persen, fragmen 7 persen, dan granula 1 persen," kata Prigi.
Plastik tersebut diduga berasal dari limbah rumah tangga. Prigi menyatakan mereka menemukan banyaknya tumpukan sampah plastik di pinggir sungai akibat buruknya pelayanan pengolahan sampah di sana.
Sungai Siak merupakan sungai terpanjang di Provinsi Riau. Sungai ini melintasi wilayah Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru hingga Kabupaten Siak. Sungai ini hingga kini masih digunakan oleh sebagian masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari seperti mencuci dan mandi. Sungai ini pernah tercatat sebagai sungai terdalam di Indonesia dengan kedalaman mencapai 30 meter. Namun akibat pendangkalan, sungai ini kini hanya memiliki kedalaman kurang dari 20 meter.