Peran Abdulrachman Saleh menyiarkan Kemerdekaan Indonesia
Usai Kota Hirosima dan Nagasaki dibom Amerika Serikat, Jepang akhirnya menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kekalahan Jepang berarti berakhirnya penjajahan dan penindasan di Indonesia. Pemuda bersama seluruh rakyat bangkit melucuti sisa-sisa tentara Jepang yang masih tinggal. Tak ketinggalan pemuda-pemuda pegawai Kantor Radio Jepang juga ikut andil. Mereka membentuk suatu gerakan rahasia untuk menguasai kantor. Sebab saat itu radio merupakan sarana penyiaran utama.
Gerakan ini diketahui oleh Kempetai (dinas rahasia Jepang). Sehingga proklamasi kemerdekaan yang diucapkan atas nama Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi, tidak dapat langsung disiarkan. Penyiaran proklamasi terpaksa tertunda untuk beberapa jam lamanya. Di sinilah keahlian dan pengalaman Abdulrachman Saleh dalam bidang radio betul-betul dimanfaatkan.
Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan, dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian teknik, Abdulrachman Saleh menyalurkan siarannya melalui pemancar bergelombang 16 meter di Bandung. Pemancar tersebut sudah lama tak dipakai. Dahulu dipergunakan oleh Markas Balatentara Jepang untuk memberi instruksi-instruksi kepada tentaranya yang tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia.
Sayangnya penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh, penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung. Ketika bertemu dengan pemuda pada 18 Agustus 1945, Jusuf Ronodipuro menceritakan bahwa Hosokkyiku, pusat siaran radio pendudukan Jepang di jalan Merdeka Barat, ditutup. Abdulrachman Saleh tetap bertekad agar keberadaan Indonesia sebagai negara baru merdeka diketahui dunia Internasional.
Abdulrachman Saleh kemudian memelopori pendirian pemancar-pemancar ilegal. Dengan bantuan beberapa pegawai radio dan keahliannya di bidang teknik, dibuatlah sebuah pemancar berkekuatan 85 meter bertempat di gedung di Jalan Menteng Raya Jakarta. Pemancar itu kemudian dipindahkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di jalan Salemba 6.
Radio Indonesia mulai mengudara menyiarkan berita-berita ke luar negeri dengan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Siaran yang disebut dengan “Suara Indonesia Merdeka” inilah yang menyiarkan pidato Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia untuk pertama kalinya pada 25 Agustus 1945 dan Wakil Presiden Republik Indonesia Bung Hatta pada 29 Agustus 1945.
Karier Abdulrachman Saleh di AURI
Setelah Indonesia merdeka, Abdulrachman Saleh mengalihkan perhatiannya pada perjuangan di bidang kedirgantaraan di AURI. Ketika AURI masih dalam pertumbuhan, Abdulrachman Saleh bersama perintis Angkatan Udara lainnya terus berupaya untuk mengembangkan kejayaan Angkatan Udara.
Bersamaan dengan itu, berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945 telah membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dengan maklumat tersebut, Badan Keamanan Rakyat atau BKR diubah menjadi TKR. Dengan demikian BKR Udara kemudian menjadi TKR Udara dan dikenal dengan TKR Djawatan Penerbangan. Seiring berkembangnya organisasi, TKR kemudian berganti lagi dengan nama Tentara Republik Indonesia (TRI). Demikian juga dengan TKR Djawatan Penerbangan berganti menjadi TRI Djawatan Penerbangan.
Kala itu, kebutuhan akan tenaga penerbang masih sangat kurang. Apalagi pesawat terbang yang tersedia merupakan bekas peninggalan Jepang. Selain itu, jumlah para penerbang Indonesia juga hanya beberapa gelintir saja. Sebagai mantan penerbang olahraga sebelum Perang Dunia ke II, Abdulrachman Saleh turut menyumbangkan darma baktinya bagi bangsa dan Tanah Air. Di Yogyakarta Abdulrachman Saleh memperbaiki mesin-mesin pesawat peninggalan Jepang dia antaranya Glider dan Hajabusja, sehingga dapat dipergunakan lagi oleh AURI.
Untuk beberapa waktu lamanya Abdulrachman Saleh tinggal di Yogyakarta menjadi instruktur penerbang membantu Adisutjipto. Tak lama kemudian pada 1946, tugasnya dipindahkan untuk menjabat sebagai Komandan Pangkalan Udara Maospati di Madiun dan bertempat tinggal di Malang. Menjelang Juli 1947 Abdulrachman Saleh bersama-sama dengan Adisutjipto mendapat tugas dari pemerintah untuk pergi ke India.
Abdulrachman Saleh mendapatkan misi untuk mencari bantuan obat-obatan di luar negeri. Seorang industrialis India bernama Pat Naik meminjamkan pesawatnya jenis Dakota untuk tugas mengangkut obat-obatan bagi PMI. Pada 29 Juli 1947, pesawat tersebut bertolak dari Singapura ke Yogyakarta dengan membawa obat-obatan sumbangan dari Palang Merah Malaya untuk Palang Merah Indonesia. Pemberangkatan pesawat Dokota VT-CLA tersebut telah mendapat persetujuan pemerintah Inggris dan pemerintah Belanda. Namun setibanya di Yogyakarta, pesawat tersebut dijatuhkan oleh Belanda. Menyebabkan Abdulrachman Saleh dan sejumlah tokoh lainnya gugur.
Selanjutnya: Abdulrachman Saleh, Pak Karbol Multitalenta...