TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 29 Juni 2005 Roeslan Abdulgani meninggal dunia. Ia adalah mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri periode 1954-1956. Pria kelahiran Surabaya, 24 November 1914 ini dikenal sebagai negarawan dan politisi Indonesia.
Melansir dari kanal Kepustakaan Presiden Perpusnas, Cak Roes, sapaan akrabnya, juga merupakan Sekretaris Jenderal Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955. Setelah jabatan Menteri Luar Negeri usai, ia menjadi Menteri Penerangan pada 1962-1965. Kemudian, ketika pemerintahan dipegang oleh Presiden Soeharto, Roeslan dipercaya menjadi Duta Besar RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (1967-1971).
Roeslan sempat bercita-cita menjadi anggota militer semasa remaja, namun impiannya kandas. Karena saat itu, sekolah militer diperuntukkan bagi anak-anak priyayi. Tidak putus asa, ia mendaftarkan diri di sekolah keguruan khusus warga Eropa.
Namun akhirnya, suami dari Sihawati Nawangwulan itu berhasil meraih gelar Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat, Bintang Mahaputra. Ayah lima orang anak itu pernah mengenyam beberapa bangku pendidikan, di antaranya Barnard College di New York (1969), Hunter College (1968), Kursus Notariat I dan II (1940), Kursus Tata Buku A dan B (1938), HBS-B Surabaya (1934), MULO, Surabaya (1932), HIS, Surabaya (1928).
Perjuangannya Bagi Kemerdekaan
Ketika masih remaja, Roeslan Abdulgani bergabung dengan Natipy, kepanduan berhaluan nasional, ia juga menjadi anggota Jong Islamieten Bond dan Indonesia Muda. Pada masa pendudukan Jepang, Roeslan memimpin gerakan Tingkatan Muda, dan ikut merebut kekuasaan dari Jepang saat Proklamasi Kemerdekaan.
Ia terlibat pada beberapa pertempuran saat beberapa pasukan sekutu mendarat di Surabaya. Pasca 10 November 1945, Roeslan menyingkir ke Malang, Jawa Timur dan bekerja di Kementerian Penerangan. Tak lama setelah itu, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan dan berkedudukan di Yogyakarta.
Roeslan Abdulgani sempat mengalami kejadian naas. Saat terjadi serangan militer ke-2 pada 19 Desember 1945, ia tertembak di tangan kanan, dan beberapa jari tangannya terpaksa diamputasi.
Seusai masa perjuangan,Roeslan Abdulgani pernah menjadi Rektor IKIP Bandung yang pertama periode 1964-1966, dan tercatat sebagai Pimpinan ke 3 Kampus Bumi Siliwangi sejak bernama PTPG Bandung. Ia menulis beberapa buku antara lain Sosialisme Indonesia pada 1965, Nationalism, Revolution, and Guided Democracy in Indonesia (1973), Konferensi Asia-Afrika, Bandung: Sejarah, Cita-cita, dan Pengaruhnya (1975), Asia Tenggara di Tengah Raksasa Dunia (1978), dan Indonesia Menatap Masa Depan (1987).
RISMA DAMAYANTI
Baca: KAA 1955, Roeslan Abdulgani Hardik Direktur Minyak Amerika
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.