TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan atau PPP Suharso Monoarfa menduga ada pihak eksternal yang ikut menuntut dirinya mundur dari kursi pimpinan tertinggi partai. Dia juga mengira ada pihak internal yang ditunggangi dalam usaha-usaha tersebut.
“Menurut saya, internal yang ditumpangi eksternal. Kalau internal gak sekuat itu, gak semampu itu. Tapi buat saya, saya sudah cek tertentu-tertentu, who knows?” ujarnya saat kunjungan ke Gedung Tempo, Senin, 27 Juni 2022.
Suharso menilai, aksi demonstrasi ratusan orang beberapa waktu lalu yang menuntutnya lengser karena ada ketidaksukaan. Dia menganggap pihak yang melakukan aksi tersebut tidak suka bahwa PPP terlihat aktif.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) itu mengatakan, semestinya massa yang beraksi itu melakukan mekanisme yang disediakan dan mempersilakan untuk menggugat jika perlu.
“Semua ada, terbuka, ya kita laksanakan. Gugat ke pengadilan kita juga dateng, tapi kalau dengan cara-cara seperti itu pasti ada dalangnya,” ujar dia.
Suharso hanya memastikan pihak yang berunjuk rasa adalah yang tidak suka dengan PPP. Guncangan internal ini, kata dia, makin banyak setelah bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu.
Dirinya juga enggan menjawab kemungkinan ada pihak partai dari koalisi tersebut. “Kan yang saya denger Pak Airlangga lagi didemo terus, minta musyawarah luar biasa,” katanya.
Sebelumnya, massa yang mengatasnamakan diri Front Kader Penyelamat (FKP) PPP dan Simpatisan PPP, meminta Suharso lengser dan mundur dari posisinya karena elektabilitas partai yang kian menurun.
“Kami dari anggota DPC datang ke depan kantor DPP PPP Menteng untuk menuntut Suharso Monoarfa lengser dari Ketum PPP,” ujar Koordinator Aksi, M. Somad, dalam keterangannya, Selasa, 14 Juni 2022.
Sebelum aksi digelar, pihaknya juga sudah meminta berkomunikasi dengan Suharso. Tetapi, Somad menyebut Suharso tidak menjawab permintaan tersebut.
Alasan demonstrasi tersebut karena Suharso diduga tidak menerapkan demokrasi dalam PPP. Para anggota Majelis Syariah Pertimbangan PPP juga dianggap tidak bertindak karena elektabilitas partai cenderung stagnan.
“Kami sudah melakukan beberapa langkah, bertemu, berdialog, dan sebagainya, tapi mereka mengabaikan dan jangan salahkan kader jika melakukan perlawanan,” tuturnya.
Menurut survei terbaru yang diadakan oleh Charta Politika, menunjukkan elektabilitas PPP tak mencapai parliamentary threshold alias ambang batas parlemen 4 persen. PPP berada di peringkat ke-8 dari daftar elektabilitas partai dengan 2,7 persen.
Berada di bawahnya, terdapat PAN dengan angka lebih kecil 2 persen. Meski demikian, survei ini menemukan masih ada 15,8 persen yang tidak menjawab atau menjawab tak tahu. Sehingga, ini bisa menjadi undecided voters yang potensial bagi keduanya.
Baca juga: Politikus PPP Bilang Suharso Monoarfa Rela Jadi Cawapres 2024
FAIZ ZAKI | JULNIS FIRMANSYAH
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.