TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar kembali terjerat kasus korupsi. Setelah menghuni penjara karena kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Kali ini, Kejaksaan Agung menetapkan eks Dirut itu menjadi tersangka korupsi pembelian pesawat.
“Penetapan ini merupakan pengembangan dari tersangka yang sudah diumumkan,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di kantornya, Jakarta, Senin, 27 Juni 2022.
Kejaksaan menetapkan Emirsyah dan 3 eks petinggi Garuda, serta pemilik PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo menjadi tersangka kasus ini. Kasus korupsi Garuda Indonesia ini bermula dari temuan penyimpangan dalam pengadaan pesaat Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang dilaksanakan dalam periode Tahun 2011-2013.
Penyimpangan itu tidak adanya rencana bisnis dari pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600). Yang di dalamnya memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko.
Penyimpangan juga terjadi dalam proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600). Karena mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang / jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.
Selain itu, adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture. Akibat dari pengadaan yang menyimpang itu mengakibatkan PT Garuda Indonesia mengalami kerugian. Dari hasil audit, kejaksaan menduga negara merugi sebanyak Rp 8,8 triliun.
Sementara, KPK menetapkan Emirsyah dan Soetikno menjadi tersangka dalam kasus suap dan pencucian uang dalam pembelian dan pemeliharaan pesawat Garuda. Emirsyah didakwa menerima Rp 5,8 miliar, US$ 884.200, 1,020 juta Euro dan Sin$ 1,1 juta dari Soetikno. Suap itu diberikan agar Emirsyah memuluskan pengadaan yang sedang dikerjakan oleh PT Garuda Indonesia, yaitu Total Care Program mesin (RR) Trent 700, pengadaan pesawat Airbus A330-300/200.
Kemudian, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000, dan pengadaan pesawat ATR 72-600. Dalam perkara ini, Emirsyah divonis 8 tahun penjara di tingkat kasasi. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak Sin$ 2,1 juta. Adapun Soetikno divonis 6 tahun penjara.
Baca juga: Jaksa Agung Sebut Kasus Korupsi Garuda Emirsyah Satar Beda dengan KPK