TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS Hermanto meminta Presiden Joko Widodo serius mengantisipasi krisis pangan yang sudah diambang mata. Hal ini merupakan respon atas pernyataan Presiden yang menyebutkan bahwa ke depan, Indonesia akan menghadapi krisis pangan. “Saat ini tanda-tanda krisis pangan tersebut sudah semakin terasa,” kata Hermanto dalam keterangan tertulis, Jumat, 24 Juni 2022.
Menurutnya, tanda-tanda krisis pangan tersebut yaitu alih fungsi lahan pertanian, terjadinya perubahan iklim, maraknya produk pangan impor, minimnya alokasi anggaran negara pada sektor pangan, minimnya teknologi pertanian, dan tidak konsistennya penerapan program mewujudkan kedaulatan pangan.
Alih fungsi lahan pertanian, kata Hermanto, menjadi ancaman serius krisis pangan. “Kalau konversi lahan dilakukan besar-besaran, maka luas lahan pertanian pasti akan berkurang, sehingga produktivitas hasil pertanian pun akan turun,” ujarnya.
Ia mengatakan perubahan iklim sulit dikontrol karena faktor perubahan iklim global akibat industri dan efek rumah kaca. “Pemerintah harus kerja keras meminimalisir efek perubahan iklim global dengan cara mewujudkan program Indonesia hijau,” kata Hermanto.
Selanjutnya, produk pangan impor semakin tak terkendali masuk ke pasar domestik demi memenuhi kebutuhan industri. Di saat yang sama, produk pangan domestik tidak terserap oleh industri karena alasan standarisasi produk. “Hal tersebut membuat masyarakat tergantung pada produk pangan impor,” ujarnya.
Menurutnya, rencana anggaran negara Tahun 2023 untuk sektor pangan tersebar pada Kementerian Pertanian Rp 13, 7 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rp 6,1 triliun, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rp 6,18 triliun. “Anggaran sebesar itu tidak cukup untuk menghadapi krisis pangan. Sangat rendah dibandingkan sektor lain yang tidak ada hubungannya dengan pangan,” ucapnya.
Dia mengatakan belanja negara sektor pangan yang minim didominasi untuk daya dukung manajemen. Adapun belanja yang bersentuhan langsung dengan produktivitas pangan sangat rendah. Temuan dan terapan teknologi pertanian, kata Hermanto, belum memadai untuk menjadi daya dukung peningkatan produktivitas dan kualitas produk pangan. “Agenda dan kerja pemerintah serta para pelaku usaha tidak fokus dalam mewujudkan kedaulatan pangan,” ucapnya.
Oleh karena itu, Hermanto mendesak pemerintah serius dan punya strategi besar untuk menyelesaikan persoalan krisis pangan. “Terutama dalam hal memperbesar anggaran, mengembangkan teknologi pertanian tepat guna, mendorong produktivitas pangan domestik dan serapannya serta sekuat tenaga mengurangi impor pangan,” ujarnya.
MUTIA YUANTISYA
Baca Juga: Krisis Pangan Dunia, Jokowi Cerita Dihubungi PM yang Minta Minyak Goreng
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.