TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming masih mengkaji untuk mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pihak Mardani menyatakan membuka peluang untuk menguggugat penetapan tersangka itu.
“Kami pelajari dulu, hak hukum yang diberikan dan ruang hukum yang tersedia kami akan manfaatkan untuk mendapatkan keadilan,” kata pengacara Mardani, Ahmad Irawan lewat pesan teks, Sabtu, 25 Juni 2022.
Irawan menganggap banyak kejanggalan dalam penetapan tersangka terhadap kliennya. Dia mengatakan kejanggalan bahkan sudah nampak dari sisi prosedur.
Misalnya, status tersangka terhadap Mardani justru pertama kali dibocorkan oleh pihak Imigrasi. Padahal, kliennya saat itu belum menerima surat penetapan tersangka. “Publik lebih duluan tahu dibandingkan Pak Mardani,” kata dia.
Selain itu, kata dia, jarak antara laporan dengan penerbitan surat perintah penyidikan juga sangat cepat. Mardani diperiksa dalam tahap penyelidikan pada 7 Juni 2022. Sementara kasus tersebut sudah naik pada 16 Juni 2022.
Dia mengatakan kasus yang ditangani KPK itu sebenarnya juga ditangani di kejaksaan. Kasusnya, kata dia, juga masih disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Maka itu, kata dia, pihak Mardani tengah mengkaji kemungkinan mengajukan praperadilan.
“Sesuai KUHAP dan putusan MK serta yurisprudensi, praperadilan salah satu ruangnya. Namun, saat ini semua masih dipelajari dan dikaji,” kata dia.
KPK menetapkan Mardani menjadi tersangka dugaan kasus suap penerbitan izin pertambangan. KPK belum mengumumkan penetapan tersangka ini secara resmi. Sebab, pengumuman peentapan tersangka dilakukan pada saat penahanan.
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan lembaganya bekerja berdasarkan aturan dalam menetapkan tersangka. "Dalam setiap penanganan perkara, KPK tentu bekerja berdasarkan kecukupan alat bukti sebagaimana koridor hukum, prosedur, dan perundang-undangan yang berlaku," kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Selasa, 21 Juni 2022.
Ali mengatakan suatu kasus naik penyidikan karena kecukupan minimal dua alat bukti. KPK, kata dia, memegang prinsip bahwa menegakkan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum itu sendiri.
KPK, kata Ali, meminta pihak-pihak tertentu tidak menghembuskan opini tanpa landasan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dia bilang opini itu justru akan kontraproduktif dalam penegakkan hukum tindak pidana korupsi.
"Namun sebaliknya, para pihak terkait dapat kooperatif agar proses penanganan perkara ini dapat berjalan secara efektif dan para pihak segera mendapatkan kepastian hukum," kata dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.