TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan tidak akan mengusung calon presiden sendirian di Pilpres 2024, kendati mereka memiliki modal politik 20 persen kursi parlemen yang menjadi syarat minimal untuk dapat mengusung calon presiden tanpa harus berkoalisi.
"Tadi ibu ketua umum mengatakan, membangun Indonesia tidak bisa sendirian, harus gotong-royong, harus kerjasama," ujar Ketua DPP PDIP Puan Maharani di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta pada Selasa, 21 Juni 2022.
Puan enggan menggunakan istilah koalisi karena PDIP menilai tidak ada istilah tersebut dalam sistem pemerintahan presidential. PDIP memakai istilah kerja sama dengan partai lain di Pilpres 2024.
Menurut Puan, sejauh ini dirinya maupun petinggi-petinggi PDIP lain sudah mulai membangun komunikasi secara informal dengan sejumlah partai yang berpotensi diajak bekerja sama. "Sejak dari sekarang sudah dilakukan komunikasi politik dan di DPR kami kan membangun komunikasi politik dengan semua partai politik," ujar Ketua DPR RI itu.
Menurut Puan, tidak menutup kemungkinan pula PDIP bekerja sama dengan Partai Gerindra yang baru-baru ini membangun koalisi dengan PKB. “Ya mungkin saja," tuturnya.
Keliling Usai Rakernas
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut, partainya akan mulai berkeliling menjajaki peluang kerja sama dengan partai lain setelah Rakernas 21-23 Juni 2022. "Nanti setelah Rakernas kami keliling," tuturnya.
Sebelumnya, Hasto memberi sinyal partainya akan menjalin kerja sama dengan partai-partai yang memiliki akar sejarah sama dengan PDIP.
"Kalau tentang kerjasama parpol, kami didorong oleh ibu ketua umum untuk mengedepankan semangat gotong-royong. Bekerja sama dengan seluruh partai, terutama yang memiliki rekam jejak sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia," ujar Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jumat, 10 Juni 2022.
Hasto lantas menyebut beberapa partai. Di antaranya Partai Golkar, yang cikal bakal partai ini muncul dari terobosan politik Sukarno di akhir 1950-an yang membentuk kelompok-kelompok fungsional, Golongan Karya salah satunya. Selanjutnya berdiri organisasi konfederasi pada 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya—cikal bakal Partai Golkar hari ini.
Ia juga menyebut Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang muncul pascareformasi, kemudian Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berakar dari Nahdlatul Ulama serta Partai Amanat Nasional (PAN) yang basis utamanya adalah Muhammadiyah. "Kemudian ada Gerindra, yang kakeknya Pak Prabowo itu juga pahlawan nasional," tuturnya.
Secara khusus, Hasto menyebut hubungan baik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan sesepuh PPP, almarhum KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen. "Tadi dalam arahan pembekalan kader, Ibu Mega menyebutkan bagaimana Mbah Maimoen sebelum menunaikan ibadah haji banyak bertemu dengan ibu ketua umum dan juga memberikan masukan tentang kerja sama parpol. Beliau juga menitipkan ke PPP saat untuk bersama-sama," ujar Hasto.
DEWI NURITA
Baca juga: Selfi Saat Megawati Ngobrol dengan Jokowi, Puan: Kami Kekeluargaan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini