TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia menilai pemerintah dan DPR tidak bisa langsung mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP. Menurut PSHK rancangan itu harus kembali dibahas dari Pembicaraan Tingkat I.
“DPR dan pemerintah harus melakukan Pembicaraan Tingkat I terhadap keseluruhan draf, khususnya ketentuan-ketentuan baru dalam RKUHP yang sudah diajukan oleh pemerintah,” kata Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi lewat keterangan tertulis, Jumat, 17 Juni 2022.
Fajri mengatakan status RKUHP pada pembahasan di DPR periode 2014-2019 memang sudah di tahap akhir Pembicaraan Tingkat I. Namun statusnya kini pemerintah mengajukan perubahan Daftar Inventaris Masalah kepada DPR. Perubahan DIM yang memuat 14 isu krusial tersebut, kata dia, sudah mendapat persetujuan DPR.
Karena itu, menurut Fajri, Pembicaraan Tingkat I semakin wajib untuk dilakukan oleh DPR sesuai dengan prosedur legislasi. “Karena adanya perubahan DIM ini, RKUHP tidak dapat langsung diteruskan oleh DPR untuk mendapatkan pengesahan di Pembicaraan Tingkat II,” kata dia.
Fajri menuturkan ketentuan mengenai RUU operan ini tercantum dalam Pasal 71A Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 71A tersebut, kata dia, dijabarkan secara lebih teknis dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang (Peraturan DPR 2/2020).
Pasal 110 ayat (3) Peraturan DPR 2/2020 mengatur bahwa DPR lanjut membahas RUU operan dalam Pembicaraan Tingkat I dengan menggunakan Surat Presiden dan DIM yang sudah ada pada DPR periode keanggotaan sebelumnya.
Dalam rapat dengar pendapat 25 Mei 2022, Kementerian Hukum dan HAM yang mewakili pemerintah menyampaikan 14 isu krusial dalam RKUHP pada Komisi III DPR. Komisi III pun menyatakan menyetujui 14 isu krusial tersebut dan akan mengirimkan surat kepada Presiden. Pemerintah menargetkan RUU ini akan disahkan pada Juli 2022.
Fajri menilai langkah Komisi III tidak dapat dibenarkan. Seharusnya, kata dia, apabila pemerintah menyampaikan draf yang mengandung perubahan, maka seharusnya draf tersebut dianggap berbeda oleh DPR dengan draf sebelumnya.
“Baru draf tersebut dibahas kembali sesuai dengan prosedur legislasi, khususnya mengacu kepada ketentuan yang membahas perihal RUU operan (carry over) atau RUU yang pembahasannya berlanjut setelah tidak selesai pada periode DPR sebelumnya,” kata dia mengenai RKUHP.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Tidak Terburu-buru Mengesahkan RKUHP
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini