TEMPO.CO, Jakarta - Reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi masih menyisakan reaksi di publik. Salah satunya dari Dosen Komunikasi Fisipol UGM Nyarwi Ahmad. Dia mengatakan, reshuffle kabinet itu lebih merupakan upaya mengakomodasi partai politik pendukung pemerintah untuk masuk ke kabinet.
"Nuansa akomodasi politik di sini cukup nyata karena pergantian Mendag dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan selaku Ketua Umum PAN di situ tentu ada akomodasi politik. Belum lagi Wamen dari PSI, PBB dan PDIP," kata Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies itu dalam keterangan pada Kamis, 16 Juni 2022.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo melantik Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, sebagai Menteri Perdagangan, Mantan Panglima TNI, Hadi Tjahjanto, sebagai Menteri ATR/BPN. Lalu Anggota Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni, sebagai Wamen ATR, Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) , Afriansyah Noor, sebagai Wakil Menteri Tenaga Kerja dan Politikus PDIP, Jhon Wempi Wetipo, sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri.
Selain Zulkifli Hasan, kata dia, tiga orang wamen yang dilantik oleh Jokowi merupakan representasi dari partai politik pendukung pemerintah. Meski PSI dan PBB merupakan partai yang tidak memiliki anggota legislatif di parlemen.
"Masuknya Afriansyah Noor bagian dari PBB, bukan PAN saja yang diakomodasi tetapi partai lain yang tidak memiliki kursi di DPR atau parlemen,” ujarnya.
Selain itu, pergantian menteri ATR/BPN Sofyan Djalil ke Hadi Thahjanto menurut Nyarwi makin menegaskan bahwa Presiden memperkuat para menteri yang selama ini dekat dengan Jokowi. “Pak Hadi termasuk sudah lama dekat dengan Presiden Jokowi. Artinya Presiden memperkuat barisan orang-orang yang selama ini sudah dekat," kata dia.
Meski demikian, Nyarwi mengatakan, pergantian Menteri Perdagangan sebagai jawaban pemerintah atas kritik masyarakat terhadap lemahnya kinerja Kemendag dalam mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minya goreng ada sisi positifnya.
“Dari sisi kinerja, bisa dikatakan ada berbagai kritik kegagalan Mendag menangani minyak goreng. Tapi posisi Mendag digantikan dari kalangan politisi belum tentu juga ada jaminan efektifitas. Meski ada sisi positifnya dari dukungan politik bisa digunakan dalam pengelolaan perdagangan tapi kepentingan politik dalam kementerian perdagangan makin menguat,” kata dia.
HENDARTYO HANGGI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini