TEMPO.CO, Jakarta -Sengketa tanah belakangan kian menyedot perhatian seiring kerapnya kasus-kasus yang muncul.
Sengketa tanah adalah sebidang atau beberapa bidang tanah yang kepemilikannya dipermasalahkan oleh dua pihak. Kedua belah pihak saling berebut untuk mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Variasinya terkadang kisruhnya meluas segitiga pihak.
Kasus Pertanahan Menumpuk
Penyelesaian kasus sengketa tanah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Dalam UU tersebut dijelaskan kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, kantor pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kasus pertanahan itu sendiri dibedakan menjadi tiga bagian sebagai berikut:
1. Sengketa Pertanahan
Sengketa Pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.
Konflik pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.
2. Perkara Pertanahan
Perkara pertanahan yaitu perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan. Lalu, sengketa tanah sendiri dibagi dalam tiga klasifikasi yaitu
- Kasus Berat
Melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan. - Kasus Sedang
Kasus sedang meliputi antar pihak yang dimensi hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan. - Kasus Ringan
Yakni pengaduan atau permohonan petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk penyelesaian ke pengadu atau pemohon.
Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Muhammad Ichwan, mengatakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/Kepala BPN) Hadi Tjahjanto memiliki sederet tugas yang perlu diselesaikan hingga akhir masa jabatannya.
Catatan pertama, JPIK mencatat hingga saat ini, ada 751 konflik agraria yang 432 di antaranya belum rampung.
Berikutnya: Menteri ATR/BPN yang baru harus menyelesaikan tunggakan...