TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan meminta pasal tentang pelanggaran HAM berat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dicabut. KontraS menilai keberadaan pasal itu akan mengganggu penyelesaian pelanggaran HAM berat.
“Kontras sudah berkali kali memberikan rekomendasi kepada badan legislatif untuk dihapus,” kata Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam konferensi pers, Kamis, 16 Juni 2022.
Fatia mengatakan keberadaan pasal pelanggaran HAM berat di RKUHP akan mengganggu penyelesaian kasus. Dia mengatakan dengan memasukkan pasal pelanggaran HAM berat menjadi delik umum, maka akan membuat banyak asas-asas yang tidak bisa diberlakukan. “Penyelesaiannya tidak akan sesuai asas internasional,” kata dia.
Fatia mengatakan pasal pelanggaran HAM berat juga menghilangkan kekhususan dari kasus tersebut. Salah satunya kasus pelanggaran HAM berat tidak mengenal istilah kedaluwarsa. Menurut dia, RKUHP justru akan menihilkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Adapun mengenai pelanggaran HAM berat diatur dalam Pasal 599 dan 600 RKUHP yang beredar.
“Lebih baik pasal pelanggaran HAM berat ini dicabut,” kata dia.
Menurut Fatia, pemerintah dan DPR sebaiknya merevisi UU Pengadilan HAM. Menurut dia, UU tersebut masih memiliki banyak catatan kritis karena belum mengadopsi sejumlah asas dalam penyelesaian HAM internasional.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini