TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memperpanjang masa penahanan tersangka kasus korupsi Helikopter AW 101 Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway. Perpanjangan penahanan dilakukan mulai 13 Juni-22 Juli 2022.
“Perpanjangan penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan,” kata Pelaksana tugas Juru bicara KPK Ali Fikri, Kamis, 9 Juni 2022.
Ali mengatakan perpanjangan dilakukan agar penyidik dapat melengkapi berkas perkara dan mengumpulkan alat bukti. KPK menahan Irfan di Rumah Tahanan Gedung Merah Putih KPK. Rutan itu berada tepat di belakang markas komisi antirasuah, Kuningan, Jakarta Selatan.
KPK resmi menahan Irfan pada 24 Mei 2022. Sebelumnya, dia sempat mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Irfan adalah Direktur PT Diratama Jaya Mandiri. Kasus ini bermula pada Mei 2015 ketika Irfan dan pegawai perusahaan AgustaWestland Lorenzo Pariani bertemu Mohammad Syafei yang saat itu menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.
Pertemuan itu membahas akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW 101 VIP atau VVIP TNI Angkatan Udara. Irfan selaku agen AW diduga memberikan proposal harga pada Syafei dengan mematok harga satu unit heli US$ 56,4 juta. Sementara antara Irfan dengan pihak AW, harga yang disepakati adalah US$ 39,3 juta atau Rp 514 miliar.
Pada November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP mengundang Irfan dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek. Namun, hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah menunda pengadaan helikopter.
Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penahanan mengatakan rencana pengadaan ini berlanjut pada 2016 dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar dan metode lelang yang hanya diikuti 2 perusahaan. “Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri kontrak pekerjaan,” kata Firli.
Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai US$ 56, 4 juta dan disetujui oleh PPK. KPK menduga Irfan aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan PPK Fachri Adamy. Proses lelang ini diduga diakali sehingga hanya perusahaan Irfan yang akan menang.
KPK menduga Irfan sudah mendapatkan bayaran 100 persen. Ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, seperti tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda. Akibat perbuatannya, KPK menengarai Irfan merugikan negara sejumlah Rp 224 miliar. Saat digelandang ke mobil tahanan, Irfan irit bicara. “Saya masih lama di sini, nanti saja bertanyanya,” kata dia.
Sempat muncul kekhawatiran bahwa KPK akan menghentikan penyidikan kasus korupsi ini. Sebabnya, pihak TNI telah menghentikan penyidikan untuk tersangka dari pihak militer. Penghentian dilakukan dengan alasan kurangnya bukti.
Penghentian penyidikan ini membuat penanganan kasus korupsi helikopter AW 101 di KPK terancam terhambat. Pasalnya lembaga antirasuah hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan unsur penyelenggara negara. Sementara dalam kasus ini hanya pihak swasta yang ditetapkan menjadi tersangka.
Baca juga: KPK Menahan Tersangka Kasus Korupsi Helikopter AW 101
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini